Surakarta

CERPEN ADI ZAMZAM

“Silakan Raden sumpalkan ke dalam mata air itu. Semoga saja benar ini adalah jalan pertolongan yang diberikan,” Ki Gedhe Solo menyerahkan dua benda yang ia peroleh dari semadinya dengan takzim.

Lelaki itu pun menerimanya dengan takzim. Entah mengapa ia kemudian tergoda untuk membaui keduanya sepuas-puasnya.

“Ada apa, Raden?” tanya Ki Gedhe Solo yang sedikit merasa heran.

“Harumnya, Ki. Entah mengapa aku merasa seperti pernah mengenal bau harum ini. Di suatu tempat, ketika…”

“Benarkah?”

“Dari mana Ki Gedhe mendapatkan dua tanaman ini? Jangan-jangan yang aku lihat ketika itu adalah tempat asal tumbuhnya dua tanaman ini. Dan itu saling berhubungan.”

Ki Gedhe Solo manggut-manggut. “Aku mendapatkan petunjuknya saat semadi, Raden. Tapi pastinya penglihatan Raden itu juga petunjuk. Apakah Raden ingin aku tunjukkan tempat muasal dua tumbuhan ini?”

“Mari, Ki. Siapa tahu firasatku benar…”

Dua lelaki itu pun segera gegas menuju tempat Ki Gedhe Solo mendapatkan ilham. Bunga delima putih dan daun lumbu tergenggam erat di tangan.
* * *

WANGI khas itu masih tercium tatkala ia menuliskan runtutnya kisah pendirian Keraton Surakarta. Juga ketakjubannya ketika akhirnya ia menemukan tempat yang ditunjukkan Ki Gedhe Solo: sebuah tempat yang semerbak tanahnya menyerupai wangi bunga delima putih dan banyak ditumbuhi tanaman lumbu .

“Karena tanahnya akan kita gunakan untuk menalangi rawa-rawa di Desa Solo, maka tempat ini aku namai Talangwangi,” ujar Susuhunan, sesaat sebelum kemudian memerintahkan orang-orang untuk mengurukkan tanah ke rawa-rawa Desa Solo.

Setelah dengan ajaibnya mata air Tirta Amerta Kamandanu mampet tersumbat bunga delima putih dan daun lumbu, rawa-rawa itu pun dengan mudahnya kering ditimbun tanah. Cerita ini kemudian menjadi buah bibir yang disampaikan dari mulut ke mulut.

Lihat juga...