Burung Hantu Bukan untuk Dipelihara

burung Hantu - foto: gemarburung.com

JAKARTA – Organisasi peduli burung hantu, The Owl World of Indonesia, menyebut, burung hantu seharusnya bukan untuk dipelihara. Penilaian tersebut dikarenakan, burung hantu termasuk satwa liar.

“Burung hantu yang diperdagangkan, diambil langsung dari alam, jika burung itu terus dijual-belikan untuk jadi hewan peliharaan, maka keberlangsungan hidup dan populasi burung hantu akan terancam,” kata antropolog dari The Owl World of Indonesia, Dyah Wara Restiati di Jakarta, Jumat (16/11/2018).

Menurutnya, kebanyakan pemelihara burung hantu, tidak memperhatikan kesejahteraan hewan. Burung hantu Tyto Alba, yang memiliki tubuh besar, biasa disimpan di dalam kandang yang sempit oleh pemeliharanya. Sering juga kandang dibiar kotor, sehingga dapat membuat burung hantu menjadu stress. “Burung hantu ini hewan yang bersih, kalau tempat tinggalnya kotor maka kakinya bisa kutilan,” tandasnya.

Burung hantu, terkadang juga dibiarkan bertengger di luar kandang, namun dengan kaki terikat. Hal itu menjadikan burung hantu tidak bisa bebas bergerak. Beberapa pemilik, juga memberi makan burung hantu dengan buah-buahan, sementara burung hantu termasuk hewan karnivora.

“Selama kami melakukan pemantauan, banyak orang yang memilihara untuk dipamerkan saja. Sehingga tak jarang, usia burung hantu yang dipelihara hanya beberapa hari saja ditangan para pemelihara,” jelasnya.

Saat dipelihara, burung hantu sebagai hewan nocturnal, juga dipaksa untuk bangun pada siang hari oleh pemiliknya. Dan hal itu disinyalir dapat memicu stress pada hewan tersebut. Jenis burung hantu yang banyak dijual-belikan adalah Celepuk Reban, karena harganya murah hanya sekira Rp50 ribu perekor. Perdagangan burung hantu banyak dilakukan secara daring.

Lihat juga...