Budidaya Ikan Sistem Keramba Jaring Apung, Tetap Diperlukan

YOGYAKARTA — Budidaya ikan air tawar dengan sistem keramba jaring apung yang berkelanjutan dan ramah lingkungan tetap diperlukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ikan nasional.

“Konsumsi ikan nasional diprediksi mencapai 40 kilogram ikan per kapita pada 2019. Dari jumlah itu, sekitar 60 persen kebutuhan berasal dari ikan hasil budi daya yang metode utamanya menggunakan Keramba Jaring Apung,” kata Sekretaris Jenderal Masyarakat Akuakultur Indonesia Agung Sudaryono, pada diskusi Keramba Jaring Apung (KJA) di Yogyakarta, Jumat (26/10/2018).

Menurut dia, besarnya produksi ikan air tawar yang dihasilkan dari metode KJA membuktikan bahwa KJA merupakan ujung tombak bagi pemenuhan kebutuhan protein hewani yang terjangkau bagi masyarakat, yakni ikan.

“Namun, saat ini sejumlah pemerintah daerah sedang mengkaji pengurangan KJA di waduk dan danau di wilayahnya karena jumlah ikan yang dianggap melebihi daya dukung waduk atau danau membuat pemberian pakan berlebihan,” katanya.

Ia mengatakan pemberian pakan berlebihan dituding sebagai penyebab tercemarnya perairan. Di Jawa Barat, KJA Waduk Jatiluhur dinolkan dan KJA di Waduk Carita dikurangi, sedangkan di Danau Toba, Sumatera Utara, jumlah KJA dibatasi setara produksi 10.000 ton mulai 2017 dari semula 62.00 ton pada 2016.

Padahal, menurut Agung, KJA berkontribusi besar bagi ekonomi masyarakat. Contohnya, KJA di Danau Toba yang hanya seluas 0,375 kilometer persegi dari seluruh danau yang mencapai 1.124 kilometer persegi mampu memproduksi ikan sebanyak 62.000 ton per tahun.

Pada 2016 terdapat 11.287 unit KJA di Danau Toba yang 95 persen di antaranya dimiliki penduduk sekitar dan sisanya dimiliki dua perusahaan.

Lihat juga...