Petani di Kulon Progo Setia Gunakan Ukuran Tanah Abad-19
Editor: Satmoko Budi Santoso
YOGYAKARTA – Sejumlah petani tradisional di wilayah pedesaan Kulon Progo Yogyakarta ternyata tak sedikit yang masih menggunakan satuan ukuran abad 19 sebagai patokan mengukur luas tanah garapan mereka.
Sebagian dari mereka bahkan tak mengenal ukuran satuan luas tanah yang lazim digunakan atau berlaku secara nasional seperti meter persegi atau hektar. Hal itu dikarenakan mereka terbiasa menggunakan satuan ukuran tradisional yang sudah dipakai secara turun-temurun.
Hal semacam itu banyak ditemui di kawasan ujung sisi selatan Kulon Progo, seperti Kecamatan Lendah dan Galur. Di dua wilayah kecamatan dengan areal lahan pertanian sangat luas ini, para petani masih setia menggunakan satuan ukuran luas yang dipakai saat masa pemerintahan kolonial Belanda.

“Memang sebagian besar petani tradisional di sini terbiasa menggunakan satuan ukuran RU, BAU atau pekulen untuk patokan luas sawah mereka. Tidak banyak yang menggunakan meter atau hektar. Bahkan ada sebagian yang tidak mengerti jika luas tanah dihitung memakai meter atau hektar,” kata salah seorang petani, Sudi Utomo, asal Desa Brosot, Galur, Kulun Progo.
Dijelaskan Sudi, 1 RU sama dengan 1 ubin atau 14 meter persegi. Sedang 1 pekulen sama dengan 100 RU atau 1400 meter persegi. Sementara 1 BAU sama dengan 500 RU atau sekitar 7000 meter persegi.
“Selain itu ada juga ukuran lupit, iring paron, dan prowolon. 1 lupit sama dengan 250 RU, 1 iring sama dengan 125 RU, 1 paron sama dengan 62,5 RU, dan 1 prowolon sama dengan 31,25 RU,” jelasnya.