Lupus, Penyakit Mematikan yang Jarang Dikenal

Redaktur: ME. Bijo Dirajo

Lupus
Sylviana Hamdani, penderita Odapus. Foto: Ist

Wartawati senior ini memeriksakan dirinya ke RS Kramat 128 setelah melakukan wawancara dengan Ketua Yayasan Lupus Indonesia, Tiara Savitri.

“Pas wawancara, kok saya merasa gejalanya sama. Akhirnya mbak Tiara menyarankan untuk periksa. Vonis pun jatuh, bahwa saya Lupus. Saya merasa lega sekaligus sedih. Lega karena akhirnya bisa tahu, pengobatan apa yang tepat. Sedih, karena tahu ini adalah penyakit yang belum bisa disembuhkan,” paparnya.

Sylviana mengatakan, dirinya menghadapi Lupus ini sendiri saat itu, karena saat itu keluarganya sedang fokus dengan kondisi mamanya yang sedang mengalami stroke.

“Yang pertama dilakukan adalah bergaya hidup sehat. Menjauhi segala bentuk kimia, menjauhi stres, tidak memaksakan diri serta makan banyak buah dan sayur. Obat juga tidak pernah bolong, harus dimakan setiap hari. Ruam yang sering muncul di punggung, menjadi sangat jarang muncul setelah rutin makan obat,” ungkapnya.

Masalah terbesar dari odapus adalah mengedukasi masyarakat di sekitarnya bahwa odapus bukanlah orang sehat walaupun dari luar terlihat sehat.

“Saya waktu itu, menginformasikan kondisi saya ke orang terdekat, terutama ke kantor. Saya jelaskan apa itu Lupus, beserta hasil diagnosa. Dijelaskan kepada mereka bahwa boleh bekerja tapi tidak boleh capek dan tidak boleh stres. Jika ada pekerjaan yang saya tidak bisa, maka dikomunikasikan dengan orang kantor,” kata Sylviana lebih lanjut.

Masalah selanjutnya adalah efek obat yang mereka konsumsi. “Obat utama kami adalah penekan imun yang berfungsi untuk menekan aktivitas Lupus dan menekan infeksi yang mungkin timbul. Tapi efeknya adalah menggerus gigi dan tulang. Akhirnya harus meminum suplemen vitamin D yang harganya cukup mahal. Ditambah dengan obat yang harus diminum jika mengalami penyakit sebagai efek dari penekanan fungsi imun,” ujar Sylviana.

Lihat juga...