Menanti Kesungguhan DPR Tuntaskan RUU Masyarakat Adat
Tetapi di balik kesuksesan mereka, banyak masyarakat adat di sekitar perkebunan tetap hidup miskin, bahkan tersiksa dan sengsara. Hal itu terjadi lantaran RUU Masyarakat Adat tidak kunjung diselesaikan, sehingga tidak ada regulasi yang kuat menjamin perlindungan tanah ulayat.
Dengan demikian, penting untuk mengingatkan lagi pemerintah dan DPR mengenai penyelesaian RUU Masyarakat Adat yang telah tertunda hingga satu setengah dasawarsa sejak pemerintahan SBY hingga Jokowi.
Kedua lembaga kunci negara itu perlu segera menyadari bahwa UU Masyarakat Adat merupakan bentuk pengakuan yang nyata atau riil terhadap eksistensi komunitas ulayat, khususnya dalam hal kepemilikan dan pengelolaan tanah dibanding pembagian sertifikat.
Pasalnya saat ini, konflik tanah masih terus terjadi, antara masyarakat adat dengan pengusaha perkebunan atau pertambangan. Bahkan ironisnya, sengketa itu disebabkan oleh banyaknya sertifikat ganda yang diterbitkan oleh otoritas negara.
Ada sejumlah problem yang mesti dibahas lebih lanjut dalam RUU Masyarakat Adat. Dalam pertemuan antara DPR dengan Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA), beberapa hal konstruktif diajukan, diantaranya mengenai eksistensi dan sistem religi masyarakat adat, hak-hak budaya, pemberdayaan, peradilan adat dan penyelesaian konflik tanah ulayat secara Ad Hoc.
Publik menangkap kesulitan pemerintah dan DPR mengesahkan RUU Masyarakat Adat. Ada kecurigaan, pengesahaan rancangan tersebut menjadi produk UU dapat mengganggu kemudahan pengusaha dalam menguasai atau mengelola tanah dan lahan hutan. Pasalnya, UU Masyarakat Adat akan melibatkan komunitas ulayat dalam proses pemberian izin, atau akses untuk usaha ke sumber daya tersebut.