Menanti Kesungguhan DPR Tuntaskan RUU Masyarakat Adat

Ilustrasi. Para pemuka adat. Dokumentasi CDN

Para praktisi hukum adat menilai dan menyambut baik program redistribusi aset tanah itu, karena punya misi meningkatkan daya tawar petani dan nelayan agar tidak terus tergusur para pengusaha yang ingin memanfaatkan lahannya dengan harga murah. Tujuannya tentu bukan politik atau untuk mendongkrak suara pada pilpres tahun berikutnya.

Sesungguhnya pembagian sertifikat bukan solusi yang paling diharapkan oleh masyarakat adat, petani dan nelayan. Sebaliknya, masyarakat berharap pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dapat menuntaskan Rancangan Undang-Undang Masyaraat Adat (RUU MA) yang sudah 15 tahun mandeg alias mangkrak di DPR.

RUU itu diajukan oleh pemerintah sejak tahun 2004. Namun, sampai saat ini pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat tidak kunjung diselesaikan, padahal RUU itu bagian dari amanah Undang-Undang Dasar Negara 1945.

Pasal 18B UUD antara lain menyebutkan: (1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang; (2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat, serta prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana diatur dalam undang-undang.

Maknanya, konstitusi atau UUD 45 menjamin kesatuan masyarakat adat dan hak-hak tradisionalnya, tidak melanggar semangat NKRI sesuai dengan perkembangan zaman.

Oleh karena itu, UUD memberikan mandat agar Pemerintah bersama DPR melakukan pembuatan UU sebagai tindak lanjut dari Pasal 18B UUD 1945 itu. Namun sampai sekarang, RUU itu belum jelas arahnya, atau hampir sama dengan RUU KUHP yang sudah 30 tahun berputar-putar di bahas di DPR.

Lihat juga...