Soal Hukuman Mati, Perlu Re-Negosiasi MoU TKI
PEKANBARU – Banyak WNI yang berminat bekerja di luar negeri untuk mengubah nasib dan peruntungan. Perolehan gaji yang besar untuk membangun rumah di kampung, membeli sawah atau membiayai pendidikan anak hingga perguruan tinggi, pun untuk membuka usaha, diyakini akan tercapai jika bekerja di luar negeri.
Memang ada yang berhasil berperan mengubah nasib keluarganya, pulang dengan selamat. Namun tidak sedikit yang bernasib jelek karena pahlawan devisa itu terkadang harus membayar mahal dengan sebuah nyawa. Hidup menjadi taruhan untuk tuduhan tindak kejahatan pembunuhan pada majikan atau keluarga majikan dan persoalan lainnya.
Seperti yang dialami Zaini Misrin, yang harus pasrah diambil nyawanya di tangan algojo Arab Saudi, Minggu, 18 Maret 2018. Zaini divonis hukuman mati oleh otoritas Arab Saudi karena diduga membunuh majikannya pada medio 2008 silam. Namun selama pemeriksaan, Zaini menyatakan diri tidak bersalah. Dia dipaksa mengaku membunuh oleh aparat setempat.
“Di 2017, Presiden Jokowi telah mengirimkan surat ke Raja Salman meminta pemeriksaan ulang kasus Zaini Misrin karena kita melihat ada beberapa hukum acara pidananya yang tidak terpenuhi,” kata Direktur Perlindungan WNI (P-WNI) dan Badan Hukum Indonesia (BHI) Kementerian Luar Negeri RI, Lalu Muhammad Iqbal, di Jakarta beberapa waktu lalu.
Permintaan pemeriksaan kembali kasus Zaini, merupakan salah satu upaya pemerintah membebaskan atau setidaknya mengurangi beban sanksi WNI yang terancam hukuman mati. Selain Zaini, ada dua WNI lainnya di Saudi yakni Tuty Tursilawati dan Eti binti Toyib asal Jawa Barat juga telah divonis hukuman mati sebelum 2010 lalu di Saudi karena kasus serupa.