INDEF: Utang Ditumpuk, Impor Merajala
Redaktur: ME. Bijo Dirajo
Sejatinya, kata Rizal, pelemahan rupiah terhadap dolar dapat meningkatkan ekspor Indonesia. Seharusnya harga produk Indonesia menjadi lebih kompetitif dibanding produk negara kompetitor.
“Tapi sepertinya ini tidak berlaku bagi Indonesia. Tingkat depresiasi sepanjang awal 2018 lebih besar dibanding periode yang sama tahun lalu. Saat ini ekspor Indonesia
tumbuh lebih rendah dibanding Januari-Febuari 2017 di kisaran 19,2 persen,” papar Rizal.
Melempemnya ekspor, dikatakan dia, menunjukkan produk Indonesia masih belum memiliki daya saing meski sudah dibantu dengan depresiasi. Ini karena masih sempitnya pasar
ekspor, agresivitas dalam mengidentifikasi peluang pasar dan hambatan perdagangan global serta jaringan distribusi/logistik masih terlihat masih lemah.
Sehingga Indonesia masih sulit mengembangkan industri yang berorientasi ekspor. Ini menurutnya, lantaran struktur ekspor Indonesia masih terjebak pada komoditas. Bergantungnya pada ekspor bahan mentah akan menghadapi persaingan dari negara-negara pengekspor produk yang sama.
Dikatakan Rizal, pada beberapa kasus, ekspor bahan mentah seringkali bersinggungan dengan isu lingkungan, yang berujung pada pengenaan hambatan-hambatan ekspor baik tarif maupun nontarif. Selain itu, minimnya diversifikasi produk ekspor akan menyebabkan sulit memanfaatkan peluang dari permintaan global dan momentum nilai tukar.
Strategi ekspor Indonesia menurutnya, harus diubah menjadi berbasis keunggulan kompetitif. Yaitu bergeser dari produk berbasis buruh murah dan kaya SDA menjadi berbasis tenaga kerja terampil, padat teknologi, dan dinamis mengikuti perkembangan pasar.