Revolusi Mental Untuk Kuasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Untuk mendapatkan atau menghasilkan orang-orang yang kuat dengan berfikir ini harus membagi-bagi tugas antara Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
“Kalau yang kita lihat sekarang ini kan antara PTN dan PTS selalu tentang jumlah mahasiswa saja. Kita tidak pernah berbagi tugas, semisal jurusan yang strategis namun peminatnya kurang itu seharusnya PTN atau mengarah ke hulu, sedangkan berkaitan dengan bisnis itu ke PTS atau berkaitan dengan hilir. Sehingga jika pembagiannya cukup jelas yakni hulu PTN, hilir PTS menjadikan sumber daya APBN dapat di optimalkan dan tidak ada lagi yang namanya PTN rebutan mahasiswa, jika perlu hanya S-2 dan S-3 saja, sementara PTS yang sisi hilirnya,” tuturnya lebih lanjut.
Jumlah perguruan tinggi di Indonesia saat ini terlalu banyak yakni berkisar 4.000 perguruan tinggi, dengan jumlah PTN yang hampir seratus dan sisanya PTS. Jika dibandingkan dengan China yang penduduknya 1,2 milyar dan jumlah perguruan tingginya 2.500, seharusnya secara proporsional Indonesia bisa menghasilkan ilmuwan yang lebih banyak.
Mengenai program yang sudah dijalankan Presiden Soeharto dengan program bea siswa, dinilainya memang masih dijalankan secara sporadis tidak tertata. Dari 5.000 LPDP yang terpakai hanya 3.000. Hal tersebut yang pertama dipengaruhi dari segi minat dan kedua tidak ada endorsmen dari pemerintah untuk mengarahkan para SDM kita untuk mempelajari ilmu-ilmu tertentu.
Bandingkan dengan negara maju, sangat jelas SDM nya di arahkan mempelajari ilmu sesuai dengan bidang dan kemampuan yang mereka pahami. “Kita tidak ada SDM nya yang di arahkan seperti di negara maju, disini tergantung peminatnya, sehingga jika tidak ada pengarahannya sangat sulit untuk melahirkan ilmuwan maupun insinyur handal. Jadi akan lebih bagus jika kita dapat 100 doktor bidang teknik daripada dapat 3 doktor dengan 30 prodi yang berbeda,” tandasnya.