Sebagai negara yang cinta damai, bangsa Indonesia lebih mengedepankan langkah damai bagi penyelesaian konflik Papua. Perlindungan ditawarkan kepada Belanda semenjak tahun 1950. Yaitu dengan membentuk komite bersama antara Indonesia dan Belanda dalam mengurus Irian. Komite bersama itu disebut sebagai UNI INDONESIA – BELANDA.
Indonesia juga melakukan tekanan diplomatik melalui badan dunia PBB. Usaha itu selalu gagal, karena menurut PBB, masalah Irian adalah masalah dalam negeri Uni Indonesia-Belanda. Saat itu, Belanda kuat di PBB, karena mendapat dukungan dari negara-negara anggota NATO. Akibatnya, Indonesia membatalkan perjanjian KM dan termasuk membatalkan Uni Indonesia – Belanda.
OPERASI MILITER MENJADI PILIHAN
Tak ada pilihan lain saat itu, operasi militer dan perang menjadi pilihan utama bagi Indonesia. Operasi militer pembebasan Papua disebut Operasi Mandala yang dipimpin oleh Mayjen Soeharto. Bahkan, saat itu, Soekarno sebagai Presiden sudah melakukan ancaman perang dan menghancurkan siapa pun yang akan membela Belanda.
Sebagai tindakan awal operasi militer saat itu, Pemerintah Indonesia membentuk Propinsi Irian dengan Ibu kota di Halmahera, tepatnya di Soasiu. Gubernur pertama yang menjabat pada masa itu, ditunjuk Zainal Abidin Syah, Sultan Tidore. Sehingga, pemerintah Indonesia tidak lagi mengalami hambatan untuk menjangkau wilayah Irian.
Pada 1957, Pemerintah Indonesia melarang perusahaan penerbangan Belanda untuk beroperasi di Indonesia. Bahkan, pesawat Belanda tidak boleh mendarat di Indonesia. Demikian pula selanjutnya pada tahun 1958, bangsa Indonesia menasionalisasikan perusahaan Belanda.