Sistem Tumpangsari Jagung pada Lahan Perkebunan Karet

Para pekerja melakukan proses penanaman bibit jagung di sela tanaman karet. [Foto: Henk Widi]
Harga karet yang saat ini mulai dipanen pada lahan miliknya yang lain diakuinya pada bulan November di level petani dihargai sebesar Rp8.500 meski pada musim sadap sebelumnya bisa mencapai Rp10.000. Bahkan di level pengepul pernah mencapai angka Rp13.000. Masa tunggu panen pada lahan karet atau tanaman menghasilkan di lahan miliknya yang saat ini ditanami jagung, diakuinya, diprediksi bisa menghasilkan jagung sekitar 5 ton per hektar.

“Kalau pada lahan terbuka maksimal bisa mencapai tujuh ton, namun karena ditanam dengan sistem tumpangsari hasil yang akan kita peroleh bisa lebih sedikit karena sebagian tanaman ternaungi karet,” beber Budiono.

Sulitnya mencari benih jagung bermutu pun tak menghalangi Budiono untuk menanam jagung dengan benih DK 999 yang harganya relatif lebih murah dengan harga saat ini Rp90.000. Meski pada musim sebelumnya hanya berkisar Rp55.000. Sementara bibit jagung jenis lain semisal Pioner, NK, Bisi bahkan cukup mahal hingga kisaran Rp400.000 hingga Rp500.000 per kilogram dan masih sulit ditemui di kios pertanian.

Pemanfaatan lahan di sela-sela tanaman karet belum memasuki masa penyadapan dengan jarak tanam sekitar 2 x 3 meter, sebagian berada pada tanah datar dan lahan miring diakui Budiono ditargetkan bisa saling menguntungkan. Keuntungan menanam jagung dengan hasil yang bisa mencapai lima ton per hektar sekaligus memberi manfaat untuk tanaman karet yang ikut terpupuk selama dua kali dalam satu kali masa tanam jagung.

Lihat juga...