Ubi Hutan Beracun Layak Dikonsumsi, Asal Diolah dengan Benar
MAUMERE – Ubi Hutan beracun atau Magar (bahasa Tana Ai) atau biasa dinamakan Gadung (Dioscorea hispida Dennst) yang termasuk jenis gadung-gadungan atau Dioscoreaceae yang biasa dikonsumsi masyarakat Tana Ai dan beberapa wilayah di Sikka saat kemarau panjang tidak bermasalah bagi kesehatan, asal pengolahannya dilakukan secara benar.
Demikian disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, dr. Maria Bernadina Sada Nenu, MPH, kepada Cendana News Jumat (27/10/2017) terkait banyaknya masyarakat desa yang mengonsumsi ubi beracun ini akibat kekurangan bahan pangan saat kemarau panjang tahun 2017 yang melanda Kabupaten Sikka.
Masyarakat di Kabupaten Sikka, sebut Maria, banyak yang terbiasa mengkonsumsi makanan ini meski mengandung racun namun masyarakat mengolahnya dengan baik sehingga racunnya hilang dan aman dikonsumsi serta tidak mengganggu kesehatan karena kandungan karbohidratnya juga tinggi.
“Biasanya mereka mengolahnya dengan menjemur dan merendam di air yang mengalir selama beberapa hari agar racunnya hilang dan air bekas rebusan ubi pun dibuang,” ungkapnya.
Ubi beracun ini tambah Maria selain di Sikka juga ada di Kabupaten Nagekeo dan beberapa kabupaten lainnya di NTT. Masyarakat sering mengonsumsi dan menganggap sebagai pangan alternatif di saat bahan makanan lainnya tidak cukup atau saat rawan pangan dan tidak dikonsumsi setiap hari.
Yosep Lisen Goban, salah seorang tokoh adat di Desa Natarmage Kecamatan Waiblama Kabupaten Sikka, saat ditemui Cendana News mengaku sudah terbiasa mengkonsumsi Magara tau ubi beracun ini sejak kecil dan bagi komunitas masyarakat Tana Ai makanan ini sudah dianggap seperti singkong atau jagung yang selalu dikonsumsi meski tidak setiap hari.