Ubi Hutan Beracun Layak Dikonsumsi, Asal Diolah dengan Benar

Yosep menjelaskan, makan Magar hanya dilakukan saat padi, singkong dan jagung persediaan di lumbung sudah mulai berkurang dan biasanya hanya tersisa padi dan jagung yang disiapkan sebagai bibit untuk musim tanam tahun berikutnya sehingga harus mengkonsumsi Magar.

“Kalau sudah ada situasi kelaparan akibat bencana alam ataukah gagal panen serta kejadian seperti tahun 1965 dimana masyarakat susah mendapatkan beras, baru masyarakat rutin setiap hari makan Magar. Tetapi bila tidak ada kejadian rawan pangan Magar tidak dimakan,” ungkapnya.

Mengolah ubi beracun ini, kata Yosep, masih dilakukan secara tradisional. Setelah dicabut dan dibersihkan, ubi tersebut dipotong kecil-kecil lalu dijemur di panas matahari dengan pantangan tidak boleh terkena air hujan karena akan membuat rasanya berubah dan racunnya bertambah.

“Kami biasa merendam di air kali selama 3 hari dan selalu dibolak-balik setiap hari untuk membuang racun atau merendam di air laut selama minimal 3 jam baru direbus atau dikukus dan dimakan,” terangnya.

Peneliti gizi dari Politekes Mamuju, Sulawesi Barat, Nurbaya kepada media menjelaskan, dibanding beras atau singkong, nilai gizi ubi hutan sebenarnya lebih rendah tetapi kandungan serat dan kalsium tinggi. Total energi Sikapa (ubi hutan) yakni 100 kalori, karbohidrat 23,5 gr, protein 0.9 gr dan lemak 0,3 gr.

Kandungan energi memang sedikit, lebih rendah dibandingkan singkong, namun kandungan serat jauh lebih tinggi 2,1 gr, dibandingkan singkong hanya 0,9 dan beras 0,2. Kandungan serat tinggi inilah yang memperlambat penyerapan gula dalam darah. Sangat baik untuk penderita diabetes mellitus.

Lihat juga...