YOGYAKARTA – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, berharap Pemerintah Indonesia tidak terganggu dengan dibukanya dokumen kabel diplomatik Amerika Serikat terkait peristiwa 1965.
“Saya kira tidak perlu terganggu dan terpengaruh dengan dokumen-dokumen begitu,” kata Mahfud, di Yogyakarta, Minggu (22/10/2017).
Mahfud menilai, dokumen-dokumen telegram rahasia Amerika Serikat (AS) yang dibeberkan ke publik itu tidak jauh berbeda dengan dokumen-dokumen lain yang selama ini ada. Dokumen itu, menurut dia, tetap akan menimbulkan pemahaman yang simpang siur bagi berbagai pihak.
“Menurut saya itu bukan dokumen baru, melainkan dokumen lama yang dibuka lagi, artinya informasi tetap saja simpang siur. Sebenarnya kan kita sudah tahu itu semua kan, itu hanya berita-berita waktu itu lalu ditelusuri kemudian didokumentasikan,” kata dia.
Karena itu, ia berpendapat pemerintah tidak perlu memaksakan melakukan pengujian terkait validitas dokumen-dokumen tersebut. Alasannya, peristiwa terkait yakni sejarah G30S-PKI dinilainya sudah selesai, sehingga tidak perlu diungkit kembali.
“Menurut saya tidak perlu diungkit-ungkit lagi, kan sudah selesai, buat apa membuka luka lama lagi?” kata dia.
Sebelumnya, dokumen yang sudah bersifat “tidak rahasia” itu diunggah di laman khusus NSA dari The George Washington University yang berisi pesan-pesan telegram dari Kantor Kedutaan AS di Jakarta pada saat itu.
Di laman tersebut, terdapat unggahan sebanyak 39 dokumen telegram yang menunjukkan pesan dari para diplomat AS di Jakarta. Pesan tersebut mencatat, bahwa pemimpin kelompok PKI telah dieksekusi disertai dukungan dari pejabat Amerika Serikat terhadap upaya pasukan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) untuk menghancurkan gerakan buruh yang tersisa di Indonesia pada saat itu.