Kemenag DIY Tolak Penerapan Fullday School

YOGYAKARTA – Kementerian Agama Kanwil DIY, menolak penerapan Fullday School di seluruh Sekolah Madrasah dan Pondok Pesantren, baik tingkat SD/MI, SMP/MTs, maupun SMA/MA di Yogyakarta. Pasalnya, penerapan fullday school dikhawatirkan akan menimbulkan kerawanan sosial pada siswa madrasah, terutama yang tinggal di pedesaan.

Kepala Kanwil Kemenag DI Yogyakarta, Muhammad Lutfi Hamid, menjelaskan Sekolah Madrasah yang ada di DIY sebagian besar berada di pedesaan dan pelosok. Dengan penerapan fullday school, maka siswa akan masuk sekolah selama sekolah lima hari, dan akan pulang sore hari sekitar jam 15.00-16.00 WIB. Hal itulah yang dikhawatirkan akan memunculkan kerawanan sosial bagi para siswa.

“Madrasah tidak bisa melaksanakan fullday school. Kalau dipaksakan kasihan mereka, karena akan pulang malam. Apalagi, yang di pedesaan, akan rawan,” jelasnya di Yogyakarta, Senin (14/8/2017).

Selain itu, menurut Lutfhi, Sekolah Madrasah selama ini juga sudah menjalankan pendidikan karakter. Di mana hal itulah yang diwacanakan akan diajarkan melalui penerapan sistem fullday school. Ia menjelaskan, selain mengajarkan kurikulum umum, sistem pelajaran di madrasah juga menambah pelajaran pembentukan karakter seperti ilmu agama dan pendidikan kewarga-negaraan.

Fullday Scholl itu katanya bertujuan untuk pendidikan karakter. Kami selama ini sudah menjalankannya. Jadi, gak perlu lagi,” ujarnya.

Hal yang menjadi pertimbangan Kementrian Agama DIY menolak sistem fullday School adalah karena pihaknya tak mau mengurangi waktu siswa berkumpul bersama keluarga maupun orangtua. Pasalnya, usai selesai sekolah, para siswa Madrasah yang ada di desa biasanya memanfaatkan waktu pulang sekolah untuk membantu orangtua. Baik itu memberi makan ternak ataupun membantu pekerjaan di sawah.

Lihat juga...