Dongkrak Nilai Jual Singkong sebagai Produk Olahan Tradisional

Hamroh menyebut memproduksi keripik singkong, mangleng singkong dan lemet singkong untuk dijual ke sejumlah warung sebagai camilan dan juga sejumlah kantin sekolah untuk jajanan anak-anak. Proses pengolahan keripik pisang diakuinya cukup sederhana karena dengan modal pinjaman dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dirinya bisa membeli alat pemotong singkong menjadi keripik.

Singkong yang telah dipotong dan digoreng menjadi keripik selanjutnya diberi berbagai varian rasa berupa sambal balado, gurih dan manis sesuai selera pelanggan dan rasa original. Berbeda dengan keripik singkong manggleng singkong diolah dengan pengirisan singkong tipis tipis selanjutnya dijemur untuk digoreng dan diberi berbagai varian rasa.

“Harga singkong yang murah merugikan suami saya sebagai petani singkong namun menguntungkan saya sebagai produsen karena biaya bahan baku bisa ditekan,” ungkap Hamroh pembuat makanan tradisional di Desa Klaten .

Harga singkong yang dibelinya secara borongan seharga Rp30 ribu untuk 100 kilogram selanjutnya diolah menjadi berbagai olahan makanan tradisional yang bisa bertahan hingga satu bulan dengan pengemasan yang sempurna dengan harga Rp1000 per tiga bungkus. Pengolahan singkong yang kontinyu tersebut membuat sang suami tetap menanam singkong sebagai bahan baku sekaligus menunggu harga singkong membaik.

Pemanfaatan singkong menjadi produk olahan akibat harga yang anjlok juga dilakukan oleh Hasanah, petani di Desa Pasuruan Kecamatan Penengahan dengan pembuatan gaplek dan tiwul. Hasanah menyebut rutin membuat gaplek yang berasal dari singkong yang dikeringkan untuk bahan baku tiwul selanjutnya dijual ke pasar dalam bentuk makanan tradisional.

Lihat juga...