Kerupuk Eyek-eyek, Kuliner Tradisional Khas Berbasis Singkong
Setelah bahan baku disiapkan dengan proses penggilingan elektrik, dirinya mulai menyiapkan saringan dari kain karena kunci cita rasa kerupuk eyek-eyek memiliki kelezatan dari proses penyaringan parutan singkong yang harus dalam kondisi bersih. Maka, harus disaring berkali-kali. Proses penyaringan berkali-kali tersebut meminimalisir rasa kecut sebelum bahan diuleni atau dibentuk menjadi bulatan kerupuk eyek-eyek yang akan dijemur.
Setelah proses penyaringan menghasilkan tepung aci dan tepung singkong kasar selanjutnya dipres dalam karung khusus untuk mengeringkan adonan yang sudah diparut. Butuh waktu sekitar delapan jam dari proses pemarutan, penyaringan, pengepresan hingga proses pencetakan kerupuk eyek-eyek buatannya meski menggunakan peralatan tradisional.
Setelah adonan selesai dipres, ia melanjutkan proses pencetakan didahului dengan proses pencampuran bumbu-bumbu untuk penambah cita rasa di antaranya garam, ketumbar, penyedap rasa dan bawang putih. Selanjutnya adonan dicetak dengan alat khusus. Pencetakan dengan alat khusus tersebut langsung diletakkan dalam para-para yang terbuat dari bambu sekaligus menjadi tempat untuk menjemur kerupuk eyek-eyek selama satu hingga dua hari sampai kering.
Sekali proses pembuatan kerupuk eyek-eyek dengan bahan baku singkong rata-rata menghasilkan ratusan buah kerupuk yang dijual dengan sistem kiloan ke pedagang yang mengambil kerupuk eyek-eyek tersebut di rumah. Ia menyebut, setiap kali pengambilan, pedagang mengambil sebanyak 50 kilogram yang akan dijual ke pasar tradisional di wilayah Kecamatan Ketapang hingga ke Lampung Timur.
Kerupuk eyek-eyek dijual ke pengepul yang mengambil ke rumahnya sepekan sekali dengan harga Rp15.000 per kilogram dengan jumlah 50 kilogram atau sebanyak Rp750.000 diperoleh. Digunakan sebagai modal selanjutnya, serta sebagian ditabung untuk kebutuhan tiga anak yang masih duduk di bangku sekolah.