Kemenko Maritim Ingatkan Ancaman Sampah Laut di AIPA

Disebut dia, konsekuensi hilangnya wilayah potensial di kawasan pinggiran pantai akan menyebabkan masalah baru, karena pemerintah harus merelokasi warga yang menjadi korban. Dengan relokasi tersebut, maka korban tidak hanya akan kehilangan tempat tinggal saja, namun juga penghasilan mereka.

Dan hal itu, tambah Havas, sudah terjadi di negara-negara pulau seperti Palau. Negara ini telah memindahkan sebagian penduduk mereka dari kawasan pantai ke daerah pegunungan akibat hilangnya sebagian wilayah pesisir, karena naiknya permukaan laut.

Lebih jauh, ia mengatakan salah satu penyebab perubahan iklim adalah banyaknya sampah plastik di laut laut. Havas lantas mengutip hasil sebuah penelitian yang menyebutkan, bahwa secara global pada 2050, akan lebih banyak ikan yang mengonsumsi plastik bila penduduk dunia tidak segera mengangani sampah plastik di laut dengan hati-hati.

Indonesia sendiri telah melakukan riset bersama dengan University of California Davis pada 2014 dan 2015, mengenai pencemaran plastik mikro di dalam pencernakan ikan. “Hasilnya adalah 28 persen dari sampel ikan di pasar tradisional di Makassar makan plastik. Sementara itu, 67 persen ikan di salah satu tempat di California juga makan plastik,” ungkapnya.

Dengan fakta tersebut, Havas mengajak anggota parlemen yang menghadiri forum AIPA tersebut untuk bekerja bersama menangani sampah plastik laut. “Ini merupakan tanggung jawab semua orang, mulai dari pemerintah, parlemen dan masyarakat,” imbuhnya.

Selain itu, dia juga menekankan pentingnya kampanye untuk mengubah pola pikir masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan, agar sampah tidak berakhir di laut.

Lihat juga...