![]() |
| Darmadi Durianto, Anggota Komisi VI DPR RI. |
Tren
- Perkuat Pelestarian Budaya, Kementerian Kebudayaan Tetapkan 85 Cagar Budaya Nasional
- Aceh, Bencana, dan Rasa Syukur yang Terlupa
- NU: Menuju Fase Ken Arok Style ?
- Airdrop Kit Titik Lemah Logistik Bencana Indonesia
- Kementerian Kebudayaan Tetapkan 514 Warisan Budaya Takbenda Indonesia
- Mendambakan Bhayangkara Indonesia Meneladani Yudhistira
- Status Bencana Nasional dan Uji Kemampuan Sendiri ?
- Festival Teater Indonesia 2025, Hadirkan Ruang Ekspresi Teater Tanah Air
- 11 Jilid Buku Sejarah Indonesia: Dinamika Kebangsaan dalam Arus Global
- Satgas Nasional Anti Hoaks
SENIN 23 JANUARI 2017
JAKARTA—Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Darmadi Durianto mempertanyakan kebijakan Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang akan mengimpor gula mentah (raw sugar) tahun ini yang akan diberikan pada delapan perusahan rafinasi dalam negeri.
Pemerintah telah memutuskan menambah kuota impor gula mentah atau raw sugar sebanyak 400.000 ton, untuk memenuhi kebutuhan pasar konsumsi dalam negeri yang diakibatkan turunnya produksi dalam negeri.
Darmadi menilai, jika impor tetap akan diberikan kepada 8 pabrik gula swasta, maka ke 8 pabrik gula tersebut akan meraup keuntungan sekitar Rp1 trilliun. Angka yang sangat besar dan biasanya akan mengalir kemana-mana.
“Di sinilah dugaan potensi permainan yang bisa mengakibatkan kerugian negara, hampir sama dengan dugaan permainan kasus di Garuda,” ungkap Darmadi di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (23/01/2017).
Untuk itu, Darmadi menegaskan agar impor gula tersebut belum diperlukan untuk tahun ini, mengingat akan ada cara kurang kreatif yang dilakukan seorang menteri dalam mengendalikan harga gula. selain itu import juga bisa membuka celah permainan yang berpotensi merugikan.
“Kami dari Komisi VI yang merupakan mitra kerja Kementerian Perdagangan sangat perlu mempertanyakan kebijakan impor tersebut,” imbuhnya.
Menurut dia, ada beberapa produsen gula yang mendapat izin impor tersebut yakni PT Sentra Usahatama Jaya, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Angels Product, PT Makassar Tene, PT Medan Sugar Industry, PT Jawa Manis Rafinasi, PT.Dharmapala Usaha Sukses, PT Duta Sugar International dan PT Kebun Tebu Mas.
Disampaikan, Kebijakan impor gula tersebut, merupakan data yang kurang akurat, dan hal ini dipastikan akan mematikan pabrik gula akibat rugi dan petani tebu akan menderita akibat ‘Over Supply’.
Dirinya meminta Menteri Perdagangan semestinya dalam menentukan kebijakan harus mengedepankan azas kepentingan nasional, akuntabel dan transparan seperti yang diamanatkan dalam UU RI No.7 Tahun 2014 mengenai perdagangan.
“Jangan sampai Menterinya melanggar Undang-Undang, saya pribadi sangat percaya dengan kemampuan Pak Enggar dan akan selalu mengingatkan beliau tentang komitmennya mengabdi untuk bangsa ini sesuai dengan janjinya saat raker bersama komisi VI,” paparnya.
Lebih jauh, darmadi mengingatkan mengacu pada data yang diperoleh komidi VI DPR, kebutuhan importasi gula mentah pada 2017 dengan memperhatikan target produksi gula kristal putih BUMN di tahun 2017 itu tidak perlu melakukan impor.
“Target produksi gula BUMN tahun 2017 sebesar 1,59 juta ton, asumsi produksi gula swasta 1 juta ton, maka total produksi gula tahun 2017 menjadi sebesar 2,59 juta ton, proyeksi konsumsi per bulan 244 ribu ton, sehingga pada 2017 diproyeksikan kebutuhan gula 2,9 juta ton, ditambah stock awal yang 735 ribu ton, masih cukup tidak perlu impor,” kata Darmadi.
Jadi, jelas dia, kebijakan Impor raw sugar diduga melanggar Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Menteri Perdagangan RI No.117/M-DAG/12/2015 Tentang Ketentuan Impor Gula. Dalam Permendag 117/M-DAG/12/2015 Pasal 3 menyebutkan jumlah gula yang diimpor harus sesuai dengan kebutuhan gula dalam negeri yang ditentukan dan disepakati dalam rapat koordinasi antar kementerian.
Selain itu, lanjutnya, dalam Pasal 4 disebutkan impor gula kristal putih hanya dapat dilakukan dalam rangka mengendalikan ketersediaan dan kestabilan harga gula kristal putih.
“Saya kira Menteri Perdagangan tidak ada koordinasi, baik dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian maupun Kementerian BUMN,” tandasnya.
“Kita Komisi VI menjadi pesimis dengan program swasembada gula nasional tahun 2019 jika melihat kebijakan import ini,” kesalnya.
Jurnalis: Adista Pattisahusiwa/Editor: Irvan Sjafari/Foto: Adista Pattisahusiwa
Lihat juga...