Ngerindeng Jabatan

Rabu, 20 JANUARI 2016
Penulis: Rusmin Toboali / Editor: Sari Puspita Ayu

CATATAN JURNALIS—Adalah sebuah kelumrahan usai pesta demokrasi, banyak para kaum birokrasi yang mulai unjuk gigi di hadapan pemenang pesta demokrasi itu dengan aksi dan wacananya. Ada yang melemparkan wacana soal prestasi. Ada yang unjuk gigi dengan menebarkan kosa kata planing kerja (rencana kerja) lewat media dan sejumlah jurus lainnya dengan harapan semua itu dapat terbaca dan terlihat oleh pemenang Pilkada.
Pola pendekatan dengan cara mendekati untuk mendapatkan sesuatu atau dalam bahasa Toboali dikenal dengan nama Ngerindeng .

Ngerindeng adalah sesuatu yang lumrah mengingat banyak kaum birokrat yang merasa jabatan adalah elemen untuk mengeskalasi jati diri dan kehormatan didalam pergaulan masyarakat. Soal ada tidaknya prestasi selama memegang amanah sebagai pejabat itu soal lain. 

Pada sisi lain adalah sebuah kelaziman usai Pilkada, para Kepala Daerah terpilih selalu melakukan rehabilitasi birokrasi. Dengan alasan dan dalih untuk penyegaran dan mempercepat pencapaian visi dan misi kepala Daerah terpilih saat kampanye, para Gubernur, Bupati dan Walikota merombak dan mereparasi para pejabat eselon II hingga ke struktur kepala kelurahan. Dan sebagai penggantinya para Kepala Daerah mulai menmpatkan para birokrat yang sesuai dengan kehendaknya kendati kadangkala kecakapan dan pangkat yang diberi amanah amat bertentangan dengan aturan dan kemampuan sang birokrat pengganti..
Menonjolnya pertalian keluarga, sahabat dan kroni dalam daftar para pejabat yang diberi jabatan dan megemban amanah pada dinas/badan dan kantor menunjukan bahwa sejatinya birokrasi kita masih amat tradisional dan mengbaikan asas profesionalisme, kemampuan, track record (rekam jejak) dan keahlian dalam menjalankan roda pemerintahan untuk kepentingan rakyat.Birokrasi yang berbasiskan pada pola kekerabatan merupakan praktek yang banyak kita temui pada era lama dan tradisional yang berorientasi pada kesukuan,perkawanan dan persahabatan dimana pola hubungan terjalin karena garis keturunan dan kekerabatan.
Struktur birokrasi yang berbasis pada kekerabatan dan perkawanan ini bersifat tertutup dimana elemen penyangganya berupa keturunan, perkawanan, klan dan kelompok merupakan entitas yang saling melekat dan menyatu. Mareka dituntut untuk saling mendukung dan menopang guna mempertahankan struktur dan menjaga pola kekerabatan yang mareka anut dan tradisikan. Tradisi ini amat diperlukan untuk menjaga keteraturan sosial dan mengelola hubungan dilingkungan komunitas mareka. dalam birokrasi kekerabatan yang mengakibatkan variabel profesionalisme, dan keahlian sangat diabaikan dan bukan parameter kardinal dalam mengangkat para pejabat pada jabatan karier.
Dikalangan mastarakat tribal tradisi kekerabatan dijadikan mekanisme alamiah sebagai elemen yangh efektif untuk mengntrol sumber daya ekonomi dan politik agar tidak jatuh kepada pihak lain.
Kuatnya praktik birokrasi kekerabatan menandakan  bahwa para Kepala Daerah terpilih ingin memelihara geneologi dikalangan dunia birokrasi dan pemerintahan. Bagi para Kepala Daerah menjaga geneologi itu amat penting yang berkitan dengan dua elemen kepentingan strategis yaitu merawat trah kekuasaan dan menjaga keberlangsungan karier dan mempertahankan kekuasaan  atas akses ke sumber ekonomi dan finasial.
Dan untuk menjaga dua akses penting tadi para pemimpin daerah tidak mungkin menyerahkan kepercayaan kepada pihak lain yang tidak bertalin kekerabatan, persahabatan dan perkawanan. Dengan kata lain, para Pemimpin Daerah  lebih menaruh kepercayaan kepada birokrat yang mempunyai hubungan emosional dan hubungan darah serta perkawanan walaupun etika dan aturan terkadang harus diabaikan dan diterabas. Bahkan pola semacam ini kadang kala amat menggangu sistem perkarieran para birokrat yang harus dikalahkan dan terkalahkan oleh ambisi para kepala daerah dalam menjaga kekuasaannya.

Lihat juga...