CENDANANEWS – Pernahkah Anda membayangkan bahwa semut bisa dibudidayakan dan menjadi alternatif tambahan penghasilan? Jika belum, saatnya Anda perlu sedikit meluangkan waktu untuk berkunjung ke rumah Suyadi (35), salah satu warga Desa Sumberwangi, Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung. Pasalnya sejak beberapa bulan lalu ia telah mencoba peruntungan dengan membudidayakan semut Rang-Rang (Ngangrang) dan kini hampir menuai sukses. Usaha ini ditekuninya sebagai usah sampingan di tengah kesibukannya sebagai petani jagung.
Mungkin bagi sebagian orang menganggap bahwa budidaya semut Rang – Rang merupakan sebuah ide gila yang tidak masuk akal. Tetapi lewat tangan dingin Suyadi, semut yang notabene merupakan serangga yang dibenci sebagian orang, bisa jadi salah satu sumber pendapatan tambahan. Bahkan tidak menutup kemungkinan, berawal dari ide gila atau kreatif, seseorang bisa meraup kocek ratusan ribu rupiah dalam sebulan hanya dari semut.
“Selain mudah dalam perawatan dan tidak memerlukan lahan luas, budidaya semut tidak membutuhkan modal besar tetapi bisa menambah penghasilan dari penjualan kroto (telur semut). Saya menangkap peluang bisnis itu berawal dari kebutuhan akan kroto di pasaran yang masih sangat minim, sedang permintaan membludak. Khususnya di Lampung, Jakarta , maupun daerah lain kroto dijadikan sebagai pakan tambahan (extrafood) burung berkicau dan campuran umpan ikan,” kata Suyadi menjawab pertanyaan Cendananews.com di kediamannya beberapa waktu lalu.
Melihat kenyataan di pasaran, melirik usaha penjualan kroto merupakan pilihan yang tepat bahkan bisa menjadi alternatif usaha yang cukup menjanjikan. Apalagi saat ini trend memelihara burung berkicau masih tetap menjadi hobi yang belum bisa tergeser meski tren batu akik terus menunjukkan pamornya.
Hal ini dipengaruhi mahalnya harga kroto dimana per 1 kilogramnya bisa mencapai Rp 70.000 – Rp 90.000 di tingkat pengepul. Ia yang semula adalah pencari kroto di alam, akhirnya memulai untuk membudidayakannya. Karenanya Suyadi bahkan merelakan satu ruangan di rumahnya untuk lokasi budidaya semut Rang-Rang miliknya.
“Padahal jika dalam kondisi normal, produktivitas telur semut mampu menghasilkan kroto antara 0,5 – 1 ons tiap toples/botol setiap 15 – 20 hari. Dengan demikian berarti, dalam budidaya semut bisa menghasilkan kroto siap jual setiap 15 – 20 hari sekali, “ terangnya.
Dijelaskannya, untuk memulai usaha budidaya kroto seseorang harus menyiapkan beberapa komponen diantaranya adalah lahan sekitar 2 – 3 m2, rak, dan toples/botol untuk rumah semut. Kemudian pindahkan rumah semut dari alam (masih bentuk daun) ke dalam toples/botol. Setelah melalui proses adaptasi selama beberapa hari, semut menempati toples/botol dan pada saatnya nanti ratu semut akan mulai bertelur setelah dibuahi oleh beberapa pejantan. Sedang perawatannya hanya diberi makan berupa belalang, jangkrik maupun ulat berikut minuman berupa air gula secukupnya.
“Saat ini saya baru memiliki modal 10 toples semut, sebagian besar sudah menghasilkan kroto. Kemungkinan kami baru bisa melakukan panen kroto perdana sekitar Bulan Juli mendatang. Diperkirakan, hasil panen kroto 10 toples bisa menghasilkan kroto minimal 1,6 kilogram. Jika dirupiahkan sedikitnya mencapai Ratusan ribu rupiah 20 hari sekali dengan asumsi harga kroto Rp 70.000 per kilogramnya,” ucap Suyadi optimis mampu menutup target 200-an toples indukan semut Rang – Rang pada tahun 2015 ini.
Menurutnya Suyadi yang akrab dipanggil Gombloh ini, ia mengharapkan agar peluang usaha budidaya semut Rang – Rang tersebut segera mendapat perhatian dan bimbingan dari Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan dalam hal pengembangannya.
Selain merupakan usaha yang masih terbilang menjanjikan, program budidaya semut juga dinilai dapat memberikan peluang kerja dan tambahan pendapatan masyarakat di masa mendatang. Hingga saat menurutnya, saat ini di Desa Sumberwangi dan beberapa wilayah Sragi sudah ada puluhan orang yang menekuni usaha ini.