Pukat Harimau tak Bergigi di Laut Kami

CENDANANEWS – Bersantai sambil mempersiapkan perlengkapan melaut yang menghabiskan waktu lebih kurang  14 jam ke hamparan Laut Banda, para anak buah kapal (ABK) Kapal Motor Berkah Mulia Kendari ditemui cendananews. Dengan gaya khas keramahan Kendari serta penuh canda mereka bersemangat bercerita tentang pengalaman melaut, bahkan mengajak ikut serta mereka untuk langsung melihat kegiatan menangkap ikan dengan rompong. Namun saya menjadwalkan dilain waktu melaut bersama mereka.
Saya sengaja menemui para pemburu ikan ini untuk menanyakan pendapat mereka tentang Undang-Undang baru yang dikeluarkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yaitu Peraturan Menteri  NOMOR 2/PERMEN-KP/2015 Tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (TRAWLS) dan Pukat Tarik (SEINE NETS) di Wilayah Pengelolaan Perikanan yang kini diprotes oleh para pengusaha perikanan.
 Bersantai ala Nelayan Kendari
Ternyata diluar dugaan pola penangkapan ikan menggunakan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat tarik ini kurang familiar dikalangan nelayan Sulawesi khususnya Kendari. Sebab sudah turun temurun mereka mencari ikan dengan metode membikin tempat ikan bermain lalu menjebaknya yang dikenal dengan nama rompong. Seperti yang disampaikan Paulin beserta teman-temannya, “Kami heran kenapa nelayan di daerah lain tidak menggunakan rompong, padahal rompong bisa digunakan tidak cuma diperairan dalam seperti tempat kami biasa menangkap ikan tapi juga di laut yang relatif dangkal rompong juga efektif digunakan” ungkap para pelaut itu berapi-api.
Lain halnya dengan Rahman yang merupakan satu dari antara ABK KM Berkah Mulia, Rahman bercerita sesungguhnya beliau sebelum bergabung dengan para nelayan Kendari telah berbisnis menangkap ikan menggunakan Pukat Harimau di daerah Laut Jawa. Menurut penjelasannya jenis pukat harimau itu ada 2 yaitu yang dikendalikan dengan satu buah kapal dan yang ditarik dengan dua kapal sekaligus. Pukat harimau itu memiliki cakupan tangkapan sekali tarik mencapai diameter 20 meter bahkan bisa lebih, sehingga sering membuat kesal para nelayan kecil yang juga mencari ikan disekitarnya. Lebih buruk lagi pukat ini didasarnya memiliki roda yang dapat merusak terumbu karang. Rahman pun mengkisahkan pada waktu itu tak jarang kapal mereka diburu para nelayan kecil yang marah karena mengganggu hasil tangkapan mereka.
Batu yang dirakit sebagai pemberat rompong
Sementara Paulin berpendapat bila semua nelayan menggunakan rompong tidak perlu terjadi perselisihan seperti itu. Sebab belakangan ini nelayan membuat 2 (dua) jenis rompong yaitu rompong tetap dan rompong gardang. Rompong tetap jelas Paulin ditempatkan secara menetap diperairan/ditengah laut yang bisa bertahan hingga puluhan tahun bila terus dirawat dan satunya jenis rompong gardang yaitu rompong yang bisa diangkat setelah berhasil memerangkap ikan. Makanya dalam sistem penangkapan ikan menggunakan metode rompong ini dibutuhkan kerjasama atau gotong royong antar sesama ABK lalu hasilnya dibagi bersama.
Paulin Menjelaskan bagian-bagian rompong serta kegunaannya
Rahman pun mengecualikan dalam hal penangkapan ikan dengan metode pukat tarik/pukat harimau, sepengalamannya penangkapan ikan yang dilakukan kapal pukat pembagian hasil tangkapan jauh lebih kecil untuk ABK karena kapal mengandalkan kekuatan mesin kapal serta besarnya jaring/pukat, sehingga peran ABK dalam hasil tangkapan relatif kecil sehingga ABK dibayar hanya berdasarkan gaji/upah.
Lantas baru-baru ini demo besar-besaran mengatasnamakan nelayan ke Istana Negara bukanlah hal yang aneh apabila para nelayan tersebut menggunakan Bus Mewah, terkecuali bila berada dilaut bisa-bisa nasib istana negara sekarang sudah berada didalam pukat harimau.
—-
Minggu, 1 Maret 2015
Jurnalis dan Fotografer : Gani Khair
Editor : Sari Puspita Ayu
Lihat juga...