Pengojek pun Nyambi Jadi Pak Ogah

Pak Ogah [Foto:CND]

CENDANANEWS (Jakarta) – Panas Matahari menyengat pada saat tengah hari. Namun hal tersebut tak dirasakan oleh Mamad (34) di sebuah belokan yang dikenal dengan Simpang Taruna, sebuah persimpangan antara Jalan Tipar Cakung dan Jalan Baru di Jakarta Utara.
Mamad melindungi diri dari terik dengan baju lengan panjang dan juga topi, tak lupa menggunakan peluit yang akan dibunyikan untuk tanda peringatan bagi para pengendara. Mamad mengatur kendaraan dari arah Jalan Baru serta dari arah Tipar Cakung.
Tak hanya Mamad, pada saat jam sibuk pekerjaan Mamad tak dikerjakan sendiri melainkan dibantu oleh rekannya Roni (35) yang berprofesi sama dengannya.  Pada Selasa (24/3/2015) siang mereka mendapat giliran mengatur kendaraan pukul 13.30-15.00. Mamad yang akrab disapa Kang Mad mengaku mengatur jalan kini sudah menjadi pekerjaan sampingan di antara pekerjaan pokoknya sebagai tukang ojek. Sama halnya dengan Roni yang melakukan pekerjaan ini di sela sela “jadwalnya” mengojek.
Tak hanya Mamad dan Roni, beberapa pengojek lainnya pun mendapat giliran untuk mengatur lalu lintas di perempatan tersebut. Sekitar 6 orang pengojek memiliki “jadwal” yang sudah dihapal dan akan secara rutin bergantian untuk melakukan pekerjaannya saat pagi, siang hingga sore.
”Orang bilang sih kami ini Pak Ogah, tetapi kok kesannya jelek, ya,” kata Mamad sambil menyeruput kopi miliknya di pangkalan ojek tak jauh dari perempatan tersebut. Saat Cendananews.com berbincang dengannya kini sudah berganti dengan tukang ojek lain yang menjadi pak Ogah.
Pembagian Jadwal
Menjadi Pak Ogah tidak dapat sembarangan mengatur kendaraan di jalan. Mereka terikat oleh kesepakatan waktu yang harus bergantian dengan Pak Ogah lain. Setiap hari ada beberapa shift di satu belokan itu. Shift kerja itu terbagi mulai pukul 06.30-22.00.
Waktu kerja masing-masing Pak Ogah ditentukan oleh perkumpulan warga setempat dengan sistem undian juga kadang jadwal. Mamad dan Roni bergabung di perkumpulan tersebut dengan dibarengi aktifitasnya sebagai tukang ojek. Mereka bahkan mengungkapkan pekerjaan sebagai tukang ojek dan sebagai pak Ogah dilakukan tidak saling mengganggu justru saling menguntungkan untuk menambah penghasilan.
Setelah melakukan tugas mengatur lalu lintas maka perolehan dari menjadi pak ogah akan dibagi dengan sesama rekan yang bertugas.
Seusai membagi hasil, keduanya menyisihkan Rp 5.000 sebagai kas perkumpulan. Uang kas ini dipakai untuk memberi santunan bagi yang mengalami kecelakaan atau sakit. Apabila ada sisa, pada saat Lebaran uang kas akan dibagikan ke seluruh anggota. Namun, jika hanya sedikit, uang itu dipakai untuk makan bersama.
Pekerjaan yang mereka lakukan pun tak sepenuhnya mendapat respon positif dari pengguna jalan. Bahkan terkadang pengguna jalan yang beragam karakter terkadang ada yang acuh saja meski sudah dibantu untuk berbelok. Namun tetap ada pengguna jalan yang ikhlas dan rela memberinya imbalan meskipun sebenarnya arah yang dituju masih bisa lancar tanpa bantuan pak Ogah.
Bahkan tidak semua pengguna jalan sepakat dengan tingkah polah Pak Ogah. Ada juga di antara mereka yang tidak mau memberi imbalan meski pintu mobil sebelah kanan nyaris ditempel rapat dan laju mobil dihalangi sebelum mendapat imbalan. Akhirnya, mereka hanya diam dan balik ke posisi semula jika tak dibayar.
Nurdin (24), pengguna kendaraan di Kelapa gading, mengaku tidak butuh Pak Ogah karena untuk belok ke arah Kelapa Gading memang menggunakan jalur kiri yang memang dapat dilakukan sendiri. Namun, dia terpaksa memberi uang setiap kali ada Pak Ogah karena khawatir mereka merusak mobil.
Pekerjaan mereka nyaris tanpa keterampilan khusus sehingga malah mengacaukan lalu lintas. ”Kalaupun mereka tidak ada di jalan itu, lalu lintas malah lebih baik. Ini seperti pemalakan di jalanan,” katanya.
Lain halnya dengan Johan( 34) warga Bulevard, kehadiran Pak Ogah bagai dua sisi mata uang. Di satu sisi mereka diperlukan jika benar-benar membantu pengguna jalan, seperti di pertigaan Taruna saat jam sibuk dan belokan arah memang berlawanan sehingga benar benar perlu dibantu oleh pengatur lalu lintas. Untuk kejadian seperti itu Johan mengaku benar benar ikhlas memberi imbalan.
Tak semua memandang pekerjaan pak Ogah tersebut dengan terbuka. Namun Mamad dan Roni mengaku tetap akan terus melakukan pekerjaan tersebut dan jika pekerjaan tersebut memang tak diperlukan oleh para pengendara ia tetap memiliki pekerjaan tetap sebagai pengojek bagi para karyawan yang ada di Kawasan Berikat Nusantara yang akan pulang atau berangkat kerja.
“Disyukuri saja apapun pekerjaannya yang penting saya tidak merugikan orang lain dan tetap memiliki pekerjaan,” ujar Mamad.

———————————————————-
Rabu, 25 Maret 2015
Jurnalis : Henk Widi
Editor   : ME. Bijo Dirajo
———————————————————-

Lihat juga...