Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi
Hasto Kristiyanto (HK), Sekjen PDIP. Itu kado akhir tahun bagi rakyat Indonesia. Tahun 2024 ini.
Ia tersangka KPK oleh tuduhan penyuapan dan perintangan penyidikan (obstraction of justice). Menghalangi penegak hukum melakukan penyidikan Harun Masiku (HM). Sejak lima tahu lalu, HM buron. Ia terjerat kasus penyuapan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Apa anugerah status tersangka HK itu?.
Ialah pernyataan juru bicara PDIP. Guntur Romly (GR). HK memiliki rekaman video penyalahgunaan kekuasaan petinggi negara dan elit politik. Puluhan video.
Status tersangka HK membuktikan kebenaran sekaligus kekurangan teori efektivitas hukum yang bertumpu empat hal. Pertama, kesempurnaan peraturan. Kedua, profesionalisme Aparat Penegak Hukum (APH). Ketiga, prasarana penegakan hukum yang baik dan bisa mengimbangi modus operandi kejahatan. Keempat, kesadaran hukum masyarakat.
Poin kedua, terkait dengan law in action dan bukan law in a book. Hukum merupakan serangkaian aturan tertulis tentang boleh dan tidak boleh dilakukan. Beserta sanksi bagi pelanggarnya. Itu law in a book. Pada level law in action, agar hukum bisa bekerja secara efektif, diperlukan APH professional dan kompeten.
Pada poin keempat, “masyarakat”, dibedakan menjadi dua kategori. Ialah masyarakat biasa dan masyarakat elit. Khususnya elit pengendali politik dan ekonomi.
Masyarakat biasa tidak memiliki kemampuan menghalangi aparat hukum melakukan penegakan hukum. Berbeda ketika berhadapan dengan masyarakat elit. Khususnya elit politik dan ekonomi.
Kedua strata itu mampu mengonsolidasi instrumen untuk melumpuhkan kinerja APH. Berhadapan dengan kedua strata itu hukum ibarat bebek lumpuh (lame duck). Tidak berfungsi. Maka sering kita dengar istilah “hukum tajam ke bawah akan tetapi tumpul ke atas”.