ASEAN Harus Serius Bahas Perlindungan Buruh Migran

Migrant Care mendesak petinggi ASEAN untuk mengagendakan perlindungan buruh migran sebagai skala prioritas dan tidak hanya menjadikan KTT ASEAN ke-18 sebagai pertemuan semu belaka dan arisan rutin kepala Negara ASEAN tanpa hasil signifikan.
“Perlindungan buruh migran merupakan prinsip penghormatan terhadap hak asasi manusia, prinsip-prinsip nilai keberagaman, demokrasi dan pelibatan masyarakat sipil,” kata Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, kepada SP, Kamis (5/5).  
ASEAN SUMMIT (Pertemuan tingkat pemimpin ASEAN) ke-18 di Jakarta di Jakarta, pada tanggal 7-8 Mei 2011.
Menurut Anis, menjelang penyelenggaraan ASEAN SUMMIT tersebut, pemerintah Indonesia lebih banyak berperan sebagai event organizer seperti sibuk mempersiapkan berbagai seremonial, seperti pemasangan spanduk ASEAN di seluruh pojok Jakarta dan mengatur arus lalu lintas, daripada menyiapkan agenda substantif yang menyangkut kepentingan Indonesia, termasuk perlindungan buruh migran.
Dalam event ini, pemerintah Indonesia juga enggan melibatkan masyarakat sipil secara signifikan dalam merumuskan agenda dan kepentingan Indonesia di dalam ASEAN.
Fakta menunjukkan, ASEAN merupakan entitas dari masyarakat buruh migran. Kemakmuran negara-negara anggota ASEAN banyak disumbang dari proses migrasi buruh migran. 10 Anggota ASEAN berada pada dua posisi, yakni negara pengirim dan penerima buruh migran. Negara pengirim: Indonesia, Philipinnes, Laos, Myanmar, Cambodia, Vietnam, dan Thailand. Negara penerima: Malaysia, Singapore, Thailand dan Brunei Darussalam.
Persoalan krusial, baik menyangkut aspek ekonomi politik dan keamanan terkait dengan buruh migran sangat mempengaruhi dinamika politik ASEAN, misalnya kasus pekerja buruh migran yang tidak terdokumentasi, perdagangan manusia , kematian, kekerasan terhadap PRT migran dan eskalasi kasus ancaman hukuman mati terhadap buruh migran di Malaysia dan Singapura.
Anis mengatakan,  meski “Cebu Declaration on the Protection and Promotion of the rights of migrant workers” (Deklarasi Cebu tentang pemajuan dan perlindungan hak-hak buruh migran) ditandatangani seluruh kepala Negara anggota ASEAN pada 13 Januari 2007, namun tidak ada komitmen politik yang tulus dari segenap petinggi negara-negara ASEAN untuk meningkatkan status dokumen tersebut menjadi instrument perlindungan buruh migran ASEAN.[E-8]
Lihat juga...