Obituari Wina Armada Sukardi: Wafatnya Sang Tokoh
OLEH DODDI AHMAD FAUJI
Alamatnya di Jakarta, tapi malam ini saya terlalu letih bila bertolak ke Jakarta, untuk tazkiyah ke rumah duka.
Saya bercerita, ada orang yang mau meninggal setelah saya menyarankan untuk merokok, malah saya kasih sebatang rokok di malam hari, dan esoknya orang tersebut meninggal.
Saya merasa bersalah, dan takut dipersalahkan.
Tapi istri yang meninggal malah berujar, “Rezeki terakhir almarhum, harus diterima lewat Bapak. Suami saya perokok berat. Saat sakit tentu tidak merokok, tapi Bapak kasih rokok sebelum ia berpulang,” plong hati saya.
Tabib akupunktur yang mengobati saya, menyarankan saya untuk kembali merokok dan minum kopi.
Kedatangan kedua berobat, ditemani istri saya, dan tabib itu menyarankan yang sama, merokok dan kembali ngopi.
Istri saya agak mencorong matanya. Berobat yang ketiga, masih sama sarannya, saya harus kembali merokok dan minum kopi.
Istri saya kembali mencorong matanya.
Namun akhirnya saya merokok dan minum kopi karena saat itu saya menjamu tukang tembok yang membenahi talang karena akan memasuki musim hujan.
Dia suka merokok dan ngopi, dan saya ikut-ikutan menyicipinya. Setelah minum kopi, terasa benar ke tubuh, rasa segar seperti menjalar, dan tubuh terasa ringan.
Akhrinya saya putuskan untuk kembali merokok tembakou dilinting sesuai saran tabib, dan minum kopi tanpa gula, juga sesuai saran tabib.
Saya ceritakan kisah wafatnya tabib itu ke Pak Wina. Pak Wina berkomentar itu takdir.
Ya benar itu takdir yang kebetulan, koinsidensi. Adapun tentang rokok, Pak Wina tidak merokok. Bila ada tamu, teman, ke rumah dan suka merokok, Pak Wina menyediakan ruang khusus untuk perokok.