Kontra Narasi Terpidana Korupsi

Dalam perspektif Komunikasi Publik, kontra narasi para terpidana korupsi itu sebagai strategi komunikasi defensif memulihkan citra atau menyalahkan institusi hukum.

Proses hukum di Indonesia sangat ketat. Tunduk pada asas Due Process of Law (asas proses hukum yang adil). Menjamin setiap terdakwa mendapatkan proses hukum yang adil, terbuka, dan terukur.

Hak-hak terdakwa dijamin sejak pemeriksaan sampai kasasi. Termasuk hak membela diri, menghadirkan saksi, mengajukan bukti tandingan. Hak itu dijamin Pasal 28D UUD 1945 dan KUHAP.

Tahapan proses hukum di Indonesia bertingkat dan terstruktur. Mulai Pengadilan Negeri (tingkat pertama), Pengadilan Tinggi (banding, Mahkamah Agung (kasasi). Jika terdapat kekeliruan dalam satu tingkat, tersedia mekanisme korektif pada tingkat berikutnya. Sistem ini didesain memperkecil kemungkinan terjadinya kekeliruan sistematis.

Putusan Hakim Berdasarkan Fakta dan Alat Bukti. Hakim terikat pada alat bukti yang sah menurut hukum (Pasal 184 KUHAP). Alat bukti itu: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa. Hakim terikat pada bukti formil dan materiil yang teruji di persidangan.

Hakim Terikat pada Asas Independensi dan Imparsialitas. Hakim menjalankan tugasnya bebas dari campur tangan siapa pun, termasuk tekanan politik. UU No. 48 Tahun 2009 – Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) mengatur begitu. Tuduhan bahwa hakim berpihak harus disertai bukti kuat. Tidak boleh dijadikan sasaran opini atau narasi sepihak. Walaupun memang masing sering terbukti adanya mafia perdilan.

Adanya Lembaga Pengawas dan Mekanisme Akuntabilitas. Komisi Yudisial (dugaan pelanggaran etika hakim). Ombudsman (maladministrasi). Komnas HAM (pelanggaran HAM). Sistem pengawasan ini menunjukkan proses hukum di Indonesia tidak bisa berjalan sewenang-wenang.

Lihat juga...