Pengadilan sosial masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, dikenal sangat kejam. Reputasi ketokohan, termasuk dalam agama, diberikan secara sukarela. Ketika sosok itu bisa menjadi contoh. Sebaliknya, akan segera ditinggalkan ketika keteladanan itu tidak diakui lagi.
Keteladanan itu terkonfirmasi dan terkoreksi melalui frekuensi dan penerimaan batiniah masyarakat. Tidak bisa dibentuk melalui framming. Golorifikasi kebaikan tidak bisa mengintervensi penerimaan batiniah itu.
QS Al Ahzab ayat 4 menegaskan: “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya”. Kebenaran itu tidak ada dua. Hanya ada satu kebenaran. Kepekaan batin setiap orang akan menjadi filternya.
Ketika dinilai tidak cocok secara batiniah. Tidak memberi teladan yang baik. Ditinggalkan. Itu pengadilan sosial di Indonesia.
ARS (rohmanfth@gmail.com), Jaksel, 15-09-2024