Presiden Soeharto Menandingkan Tiga Idiologi Ekonomi, Bagaimana Prabowo?

Puncaknya adalah penentangan para konglomerat. Ketika Presiden Soeharto meminta 20 persen saham perusahaan-perusahaan besar untuk koperasi. Saham itu dibayar melalui keuntungan yang didapat dari hasil perusahaan. Para konglomerat itu menolak.

Presiden Soeharto merasa telah berjuang membangun Indonesia. Selama tiga dekade. Hasilnya termasuk dinikmati konglomerat dengan pembesaran skala usahanya. Saatnya Presiden Soeharto meminta bagian 20% saham. Bukan untuk dirinya. Melainkan untuk koperasi-koperasi. Tahun 1997 Kepresnya sudah dibuat.

Momentum krisis moneter 1997, para konglomerat yang dibesarkan presiden Soeharto itu berbalik arah. Ikut menyudutkan presiden Soeharto melalui tudingan isu kerusuhan rasial tahun 1998.  Presiden Soeharto diframing bertanggung jawab terhadap kerusuhan rasial itu. Walau ia sudah meletakkan jabatan. Peran besarnya dalam Pembangunan ditenggelamkan. Salah satunya oleh isu rasial itu.

Era reformasi, liberalisme mengambil panggung. Menyeruak istilah neolib, neo liberal. Hampir 3 dekade berlalu. Belum bisa melewati prestasi orde baru. Pertumbuhan maupun gini ratio.

Bagaimana Presiden Prabowo akan mengelola ekonomi ketika memimpin kelak?. Apakah akan menjadikan strategi orde baru sebagai bench mark. Atau memiliki model kebijakan yang lain?.

Kita tunggu bersama.  Oktober 2024 masih terasa lama.

 

ARS (rohmanfth@gmail.com), Jaksel, 17-07-2024

Lihat juga...