Presiden Soeharto membangun Indonesia melalui tiga pendekatan. Stabilitas, pertumbuhan dan pemerataan. Untuk membangun ekonomi sesuai amanat UUD 1945, ia menggelar atau menandingkan tiga idiologi/sistem sekaligus.
Pertama, idiologi ekonomi pasar terkelola. Dimotori gang Berkley. Dikenal dengan Widjoyonomic. Idiologi ini menghindari “kapitalisme pasar bebas” gagasan Milton Friedman. Seorang pemegang Hadiah Nobel 1976 untuk ilmu ekonomi. Pemerintahan Presiden Soeharto menerapkan demokrasi ekonomi dengan tidak memberi tempat tiga hal. (1) Sistem “free-fight liberalism”. Liberalisme ekonomi. (2), sistem “etatisme”. Negara mengendalikan penuh sehingga mematikan inisiatif rakyat. (3), monopoli yang merugikan masyarakat. Monopoli atas “bumi, air dan kekayaan yang terkandung didalamnya”, sebagaimana amanat UUD dilakukan melalui peraturan/UU. Tidak dengan menguasai sepenuhnya dalam pengelolan.
Orba akomodatif terhadap PMA (Penanaman Modal Asing). Kran PMA dibuka dengan negative list (pembatasan yang ketat). Termasuk durasi kontrak karya. Dibatasi 30 tahunan.
Presiden Soeharto dituding banyak pihak sebagai pembuka kran PMA. Banyak tidak menyadari UU PMA tahun 1967 ditandatangani Presiden Soekarno. Tanggal 10 Januari 1967. Baru pada Maret 1967 Presiden Soeharto, resmi menjadi pejabat Presiden. PMA masih merupakan produk kebijakan Presiden Soekarno. Sebagai presiden baru, pemerintahah Presiden Soeharto harus tunduk UU itu. Menerima PMA merupakan pilihan. Tidak ada negara bisa maju tanpa PMA. Korut, Bhutan, Negara-negara di kepulauan pasifik merupakan sejumlah kecil saja negara tanpa PMA.