Secara teoritik, tingginya curat disebabkan oleh beragam faktor. Masalah ekonomi, sosial, penegakan hukum, psikologis dan situasional.
Curat dalam perspektif ekonomi bisa menjadi cerminan tingginya angka kemiskinan, ketimpangan kaya-miskin dan banyaknya pengangguran. Curat juga mencerminkan akumulasi problem sosial: rendahnya sistem keamanan lingkungan, rendahnya pendidikan dan kesadaran hukum, pengaruh negatif lingkungan / pertemanan.
Secara hukum, curat juga merupakan cerminanan kegagalan penegakan hukum. Ketersediaan hukum belum mampu membangun perdaban zero crime. Lemahnya penegakan hukum maupun terlalu ringan hukuman kepada pelaku kejahatan.
Masalah psikologis juga bisa memicu curat. Seperti kleptomania ataupun ketergantungan obat-obatan terlarang. Untuk terus bisa memenuhi ketagihan obat, curat sebagai jalan keluar. Selain faktor situasional atau kesempatan yang membuka kesempatan orang berlaku jahat.
Tingginya angka curat dengan pemberatan seharusnya dihadapi dengan pemberantasan secara progresif. Sejauh ini mengandalkan sistem konvensional. Pelaporan masyarakat kepada kepolisian. Melalui Resmob (reserse mobile), unit Jatanras (kejahatan dan kekerasan). Pemberantasan partisipatif juga dilakukan. Siskamiling, Polisi RW (penempatan polisis di RW), maupun aplikasi pengaduan kepolisian. Langkah itu belum memadai untuk meredusir curat. Faktanya masih terjadi setiap 20 menit. Kejadian itu banyak di pulau Jawa.
Penanganan kejahatan di Indonesia perlu Langkah-langkah khusus. Harus ada upaya lebih proaktif. Secara konsep, penyempurnaan peraturan maupun aksi-aksi program. Termasuk evaluasi terus menerus sejauh mana efektifitas penanganan terhadap kejadian curat selama ini.