Kemungkinan pertama terjadi jika popularitas Ahok bisa mengalahkan Presiden Jokowi. Sebagaimana kita tahu, popularitas dan bahkan tingkat kepuasan kepada Presiden Jokowi masih tinggi.
Jika mengacu referensi historis sebagai common enemy, kemungkinan kedua justru berpotensi akan terjadi. Tudingan buruk kepada Presiden Jokowi dapat berdampak menurunkan simpati kepada Ganjar-MMD.
Statemen Ahok itu bahkan bisa mendorong lebih banyak pergeseran elektoral dari Ganjar ke calon nomer urut 02. Rakyat masih lebih bersimpati kepada Presiden Jokowi.
Kehadiran kembali Ahok juga berpotensi mendorong pilpres satu putaran. Berdasarkan sejumlah survei, jika berlangsung dua putaran, pasangan calon nomer urut 01 dan 03 harus saling mengalahkan untuk bisa masuk putaran kedua.
Berikutnya kedua pasangan itu berpotensi melakukan koalisi. Agar secara bersama-sama bisa mengalahkan pasangan nomer 02.
Sebagaimana kita ketahui, pendukung paslon 01 merupakan elemen penentang utama Ahok dalam kasus anti penistaan agama. Maka koalisi paslon 03 yang didukung Ahok dengan paslon 01 akan sangat problematik. Sulit diwujudkan pada tingkat akar rumput.
Pendukung anti penistaan agama pada kubu 01 akan sulit mengucapkan “ahlan wa syahlan ya akhi Ahok”. Sulit untuk berangkulan dengan pihak yang dimusuhinya sampai “berdarah-darah” itu.
Maka akan terbuka pemikiran, khususnya pendukung paslon 01 anti Ahok. Untuk tidak memaksakan diri dua putaran jika nantinya harus berkoalisi dengan mantan musuh bebuyutan itu.
Untuk apa harus bersusah payah mendukung paslon 01 atau 03 masuk puataran kedua. Jika pada tahap itu (putaran kedua) harus berkoalisi dengan penista agama. Musuh besar selama ini?