Tarik Ulur 1 Oktober 1965 dan Pilpres 2024

(Oleh : ABDUL ROHMAN SUKARDI)

1 Oktober 1965, pagi hari, pasukan penculik G30S/PKI yang diremote oleh CC PKI DN Aidit, melumpuhkan 7 Jenderal TNI AD. Korban pembunuhan perwira militer paling besar dalam waktu singkat dalam sejarah militer di manapun.

Skenario PKI yang pertama adalah membuat TNI AD ibarat naga tanpa kepala, dengan memenggal pimpinannya. Dibunuh. Untuk diganti Jenderal pro PKI.

Tahap berikutnya, kedua, deklarasi dewan revolusi. Pemegang kendali seluruh tatanan negara Indonesia. Presiden Soekarno beserta kabinetnya dilempar dalam tong sampah sejarah. Diganti Dewan Revolusi tanpa melibatkan Presiden Soekarno.

Singkat cerita, fase berikutnya tarik ulur antara tiga pihak. PKI yang bermarkas tidak jauh dari markas Presiden Soekarno di Halim, memaksa Soekarno untuk menyetujui G30S/PKI dan Dewan Revolusi.

Sementara Kostrad di bawah Jenderal Soeharto yang termotivasi untuk menemukan pimpinan TNI AD yang di bunuh dan kemudian membalas pelakunya, sudah berhasil konsolidasi. Terutama Jenderal Sarwo Edi yang sangat terbakar amarahnya, karena koleganya (A. Yani) dibunuh.

Seiring menguatnya konsolidasi Kostrad, AIDIT membujuk Presiden Soekarno untuk bersedia diajak melanjutkan perjuangan dari Yogya. Sementara Jenderal Soeharto mengirim pesan hendaknya Presiden Soekarno menuju Istana Bogor. Bukan naik pesawat dengan sedikit orang yang entah bisa dipercaya atau tidak. Nasib presiden tidak aman.

Presiden Soekarno masih punya kharisma. Pengaruhnya bisa untuk justifikasi gerakan Aidit agar dipercaya segenap elemen rakyat. Begitupula bagi TNI, Mayjen Soeharto. Berseberangan dengan Presiden Soekarno akan sulit meyakinkan berbagai pihak untuk menumpas PKI. Pembunuh jenderal-jenderal pimpinannya.

Lihat juga...