Perempuan yang Membidik dengan Tangan

CERPEN SITI HAJAR

Aku memang bukan orang penting ataupun publik figur. Namun, bukan berarti nyawaku tidak berharga dan bisa ditembak kapan saja, dan aku juga merasa berhak mendapatkan kenyamanan.

Kalau dia orang normal bukankah itu suatu kegilaan mempraktikkan khayalan dalam kehidupan sehari-hari, terlebih lagi pada orang yang tidak dikenal. Berkhayal itu boleh saja selama tidak mengganggu orang lain.

Aku pun sering berkhayal jadi orang kaya atau jadi pejabat tinggi, yang ingin mencari-cari masalah dan menunjukkan bagaimana superiornya aku di depan rakyat jelata. Tapi aku tidak mencoba berperilaku seenaknya seolah orang kaya yang sedang pamer atau pejabat congkak yang bisa melakukan apapun pada semua orang.

Aku pikir hal yang normal ketika semua orang punya khayalan. Namun yang tidak normal adalah mempraktikkan khayalan itu seolah-olah sebuah kenyataan.

Dari jawabanya, akupun menyimpulkan bahwa dia bukanlah orang waras. Namun, aku penasaran kegilaan macam apa yang ia pikirkan dengan membidikkan tangannya ke arah kepalaku.

“Biar kutebak, kau sedang berandai-andai menembakku bukan?”

“Ya. Jika aku punya senapan, aku ingin menembak kepalamu.”

“Ada banyak motor dan mobil yang berlalu lalang di sini, mengapa hanya aku yang ingin kau tembak?”

“Karena kau orang hina yang seharusnya tidak mengotori dunia ini.”

“Mengapa aku orang hina?”

“Karena kau membuat orang lain menderita.”

“Apa yang kulakukan sehingga membuat orang lain menderita? Kesalahan apa yang kubuat padamu?”

Ia kemudian terdiam dan berlalu pergi meninggalkanku. Aku mencoba mengingat kembali setiap tingkah dan sikapku yang mungkin menyebabkan penderitaan bagi orang lain.

Lihat juga...