Tembakau Terakhir

CERPEN NURILLAH ACHMAD

Dadanya sesak. Tak terasa menitikkan air mata. Tak disangka, kera hitam besar itu membalas lambaian tangan Matrawi sebelum akhirnya menghilang ke balik semak-semak.

Samhadi menepuk bahu sahabatnya. Matrawi mengangguk lantas mengikuti jejak Samhadi yang berjalan ke arah batu besar.

Urat-urat tampak menyembul dari kedua tubuh lelaki ini. Lambat memang, tapi keduanya tak putus asa mendorong batu besar dekat pintu gua.

Batu itu bergerak sedikit demi sedikit, sampai akhirnya bergerak makin cepat kala menyentuh kemiringan tanah yang tak seimbang. Pada dorongan yang makin menguras tenaga, sebongkah batu itu akhirnya meluncur deras ke arah selatan. Ke arah orang-orang yang sedang mengebor gumuk untuk dijadikan kolam renang.

Samhadi tertawa. Matrawi yang berdiri di sebelahnya ikut tertawa, tapi tiba-tiba nyalinya ciut. Senyumnya seketika surut.

Takut aib yang disimpannya bertahun-tahun terbongkar jua. Sebuah aib di mana ia seranjang bersama istri sahabatnya itu. Beruntung Matrawi berhasil menyelinap lewat jendela, sebab Samhadi melampiaskan amarah dengan menggorok leher istrinya.

Dan sekarang, ia gemetar membayangkan Samhadi menghabisi nyawanya seperti batu besar yang melindas tubuh seorang pekerja, sementara yang lain lintang-pukang menyelamatkan tengkoraknya. ***

Nurillah Achmad, santri di TMI Putri Al-Amien Prenduan, Sumenep sekaligus alumni Fakultas Hukum Universitas Jember. Emerging Writer Ubud Writers & Readers Festival 2019. Menerbitkan kumpulan cerpen, Cara Bodoh Menertawakan Tuhan (Buku Inti, 2020). Saat ini tinggal di Jember, Jawa Timur.

Redaksi menerima cerpen. Tema bebas tidak SARA. Cerpen yang dikirim orisinal, hanya dikirim ke Cendana News, belum pernah tayang di media lain baik cetak, online atau buku. Kirim karya ke editorcendana@gmail.com. Karya yang akan ditayangkan dikonfirmasi terlebih dahulu. Jika lebih dari sebulan sejak pengiriman tak ada kabar, dipersilakan dikirim ke media lain.

Lihat juga...