KENAPA MEMBELA PRESIDEN SOEHARTO?

Oleh: Abdul Rohman

Gini Ratio atau ketimpangan kaya miskin pada masa Orde Baru relatif kecil. Hal itu berarti keadilan sosial masih lebih baik era Orde Baru dibanding era reformasi.

Begitu pula dalam pengelolaan hankam maupun pengaruh politik luar negeri.

Indonesia belum mampu lagi mengukuhkan eksistensinya sebagai regional leader ASEAN. Apalagi, pengaruh di kancah dunia.

Narasi banding ini untuk menggugah bangsa ini dari euphoria berkepanjangan (hanya berebut eksistensi kekuasaan). Sehingga kemampuannya berpikir strategis bagi kemajuan bangsa menjadi merosot.

Narasi banding atas Presiden Soeharto sebagai benchmark, untuk mengembalikan fokus bangsa ini pada cita-cita strategisnya dalam meraih kemajuan bangsa.

3. Kapitalisasi Politik

Motif ketiga adalah kelompok pragmatis, yang memandang kharisma Presiden Soeharto merupakan salah satu komoditas politik yang menarik untuk dikapitalisasi.

Sejumlah survei mengkonfirmasi, bahwa Presiden Soeharto merupakan presiden paling berhasil dan paling disukai oleh rakyat Indonesia.

Sisiran masa Soehartois ini dipandang masih merupakan asset politik yang apabila dikonsolidasi dengan serius dan benar, masih akan menjadi kekuatan politik signifikan.

Karena itu, formalisasi Soehartoisme ke dalam instititusi formal politik menjadi agendanya.

Gagasan pragmatism politik ini tentu juga tidak sedikit yang mengincar Keluarga Cendana untuk ikut turun tangan membiayai agenda pragmatisme politiknya.

Sisiran masa loyalis masih tersedia. Logistik politik juga masih tersedia. Dua syarat utama tegaknya eksistensi politik itu sudah ada. Tinggal mengkonsolidasinya secara serius.

Megawati mau dan bisa melakukannya. Kenapa intangible political asset yang melekat pada Presiden Soeharto ini (masa loyalis dan kekuatan finansial) tidak dikonsilidasi saja?

Lihat juga...