KENAPA MEMBELA PRESIDEN SOEHARTO?

Oleh: Abdul Rohman

Tidak cukup sampai di situ.

Pejuang perlawanan terhadap kolonialisme Belanda yang kemudian memimpin Indonesia lebih dari 30 tahun itu ditempatkan sebagai common enemy setelah menyatakan berhenti sebagai presiden.

Tuntutan diadili dengan tuduhan korupsi, menggema. Citra buruk terus digelorakan ke publik, bahwa biang kemerosotan bangsa Indonesia adalah Presiden ke-2 RI itu.

Pemimpin KKN, pelanggar HAM, otoriter, dan stigma negatif lainnya disematkan kepadanya.

Pendek cerita, gelombang kemarahan terus digelorakan dengan menyudutkan Persiden Soeharto, hingga jauh setelah ia menyatakan berhenti dari kursi presiden.

Hingga satu dekade pascareformasi, gelombang kebencian publik kepada Presiden Soeharto terus disuarakan, tanpa narasi pembanding.

Anehnya, sejak satu dekade pascareformasi itu, suara-suara pembelaan terhadapnya mulai bermunculan.

Hingga kini, 24 tahun telah berlalu pembelaan terhadap Presiden Soeharto itu semakin terkonsolidasi.

Bukan hanya menurut survei di mana mayoritas publik mengakui Presiden Soeharto merupakan presiden paling berhasil.

Suara-suara publik di medsos terlihat semakin banyak yang memberikan pembelaan terhadap Presiden Soeharto.

Berbeda dengan arus kebencian yang mencuat hingga satu dekade reformasi.

Kenapa pembelaan terhadap Presiden Soeharto itu muncul dan semakin terkonsolidasi? Apa motif pembelaan itu?

Tentu menarik untuk kita cermati bersama.

  1. Tuntutan Rasa Keadilan

Para aktivis gerakan mahasiswa 1998 merupakan pejuang perubahan.

Namun sesaat setelah Presiden Soeharto menyatakan berhenti, elemen ini terbelah.

Setidaknya menjadi dua bagian besar, satu tetap menjalani jati dirinya sebagai pejuang perubahan, satunya lagi menjadi pejuang atau pemburu kekuasaan.

Lihat juga...