Era Medsos, Reorientasi-Redefinisi Cara Kerja Humas Jadi Keharusan

Ketua Dewas Perum LKBN Antara Prof. Widodo Muktiyo (kanan) bersama CEO Mandalika Grand Prix Association (MGPA) Ricky Baheramsjah ketika berada di Mandalika International Street Circuit, Kuta, Lombok Tengah, NTB, Kamis (4/11/2021).-Ant

Ditambah dengan kenyataan, bahwa setiap kebijakan dan program pemerintah sering menjadi sasaran kritik, olok-olok, dan satire melalui meme, podcast, parodi, dan sindirian.

Sementara Humas Pemerintah barangkali belum bergerak satu langkah ke depan, dalam memproduksi konten-konten positif terkait dengan kebijakan dan program pemerintah.

Nah, apa arti dari semua itu?

Hakikatnya adalah jika Humas tidak bermigrasi atas cara kerja lama, sebenarnya mereka bekerja pada arena bisu dan kosong. Akibatnya, jangan berharap apa yang mereka kerjakan mampu meredam keriuhan dan kegaduhan atas kebijakan dan program pemerintah, apalagi membendungnya.

Jangankan berbicara tentang citra dan opini positif terhadap pemerintah, konten-kontennya saja barangkali tidak diketahui.

Akibatnya, citra dan indeks kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah menjadi kedodoran. Sebab, fungsi komunikasi strategis pemerintah yang melekat sebagai fungsi kepemimpinan bekerja pada ruang dan tujuan yang terisolasi.

Untuk itu, reorientasi dan redefinisi terhadap cara kerja Humas pemerintah menjadi keharusan.

Kita melihat, ada kekuatan komunikasi dari perubahan cara pandang dan cara kerja humas pemerintah. Ada fleksibilitas dan otonomi, tetapi juga menuntut kreativitas terus-menerus. Fleksibilitas dan otonomi terjadi karena memudarnya tingkat ketergantungan pada cara-cara lama yang usang. Sedangkan kreativitas dijalankan berdasarkan pada karakteristik media sosial yang dikelola.

Mau tidak mau, atas perubahan ini Humas pemerintah mesti up-grade terhadap kompetensi profesionalnya. Pertama, semua pranata Humas pemerintah mesti mengembangkan komunikasi pemerintah berdasarkan kepentingan publik dengan cara-cara milenial.

Lihat juga...