Eksistensi Budaya Bisa Menjaga Kelestarian Kalijambe Bekasi

Editor: Koko Triarko

Wilayah Bekasi merupakan kawasan perawaan atau lumpur hidup, sehingga transportasi yang maksimal hanya menggunakan jalur kali. Itu pula yang menjadi alasan kenapa ketika Purnawarman menjadi Raja ke-3 Tarumanegara, ia me-maintenance Kali Bekasi.

Hal itu menguatkan jika dulu akses ke Bekasi ini tidak bisa ditembus, kecuali melalui jalur air, dan bahasa Kalijambe itu diambil dari sinopsis kali yang telah ada sejak turun temurun dari orang tua, kakek, buyut cicit cagak hingga ke udeng-udeng.

“Istilahnya Kalijambe ini adalah kali warisan leluhur yang ada sejak berabad-abad silam. Sehingga, orang tua dulu yang berada di Bantaran Kalijambe banyak menanam pohon pinang, kenapa Pinang, dipinang, itu karena kali itu harus dirawat,” jelasnya.

Ia pun menyebut, bahwa di bantaran Kalijambe di wilayah Jatimulya ada satu makam Keramat yang dinaungi pohon besar. Itu menjadi salah satu bukti, jika leluhur dulu membuat pentilasan biasanya di pinggiran kali.

“Kalijambe ini dari sisi budaya lokal memiliki nilai yang sangat besar, makanya di peta topografi kalijambe ini belok-belok, karena siklus air ketika dia menabrak belokan, maka kali biasanya menetralkan airnya,” papar Jiung.

Namun, sekarang karena invasi perumahan dan klaster kali yang dulu belok-belok, diluruskan, agar tidak nubruk, tapi mereka belum memahami kesalahan karena dengan lurus air tidak bisa membersihkan dirinya sendiri.

Mustikajaya dan Jatimulya sebenarnya hanya penaamaan saat ini, jika dulu nama daerah ini adalah Banten Gombang atau Bantargebang, yang berarti Gerbang. Sekarang kondisi Kalijambe terpotong underpass krosing tol ditambah lagi LRT.

Lihat juga...