Eksistensi Budaya Bisa Menjaga Kelestarian Kalijambe Bekasi

Editor: Koko Triarko

BEKASI – Menjaga kelestarian Kalijambe di Kabupaten Bekasi, dari pendangkalan, sampah liar dan pencemaran limbah, bisa memerlukan eksistensi budaya. Salah satunya, penerapan kulutur kearifan lokal seperti sanksi adat, jika warga ketahuan buang sampah di kali dan penyebab kerusakan lainnya.

“Eksistensi budaya harus memiliki peran serta di sini melalui nilai kearifan local, yakni aturan adat yang harus ditegakkan, aturan pemerintah masih bisa didebatkan. Kalau aturan adat, asasnya diambil dari kebiasaan turun temurun, dan tak perlu lagi diperdebatkan,” ujar Jiung Golok Terbang, Pemangku IV Tentang Kebudayaan di wilayah Jawa Barat, Minggu (26/9/2021).

Ia pun mengisahkan tentang sejarah Kalijambe, dengan menyebut jika kali tersebut adalah kali alam yang terbentuk sendiri hulunya dulu sampai ke Megamendung, aliran Kali ini terbentuk dari asas alam, tidak dibuat untuk tujuan tertentu.

Jiung Golok Terbang, ditemui Cendana News saat aksi bersih Kalijambe bersama ribuan relawan dari berbagai wilayah, Minggu (26/9/2021). –Foto: M Amin

Menurutnya, dahulu wilayah Jatimulya merupakan kawasan rawa, kemudian bentuknya berubah dan banyak pintu air. Hal itu terjadi ketika VOC menginvasi wilayah tersebut pada abad 18.

“Ketika VOC masuk ke Indonesia, banyak pintu air dibuat di aliran Kalijambe, namun sayang sekarang banyak dihancurkan. Tujuan pintu air itu dulu untuk mengeringkan rawa-rawa sekitar aliran Kalijambe. Dulu VOC menginvasi wilayah Bekasi untuk menanam palawija, dan Kalijambe merupakan sarana transportasinya,” ujar Jiung.

Lihat juga...