KemenESDM Dorong Pemanfaatan Biogas Sebagai Substitusi Elpiji
Selain untuk kepentingan energi, biogas yang diolah menjadi biometana juga dapat mengurangi berbagai masalah lingkungan mulai dari pencegahan pencemaran, menurunkan emisi, hingga membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat.
“Dengan dukungan GIZ, Direktorat Bioenergi juga sedang melakukan pengkajian pengembangan bio-CNG di Lombok dengan memanfaatkan tongkol jagung, selain itu juga merencanakan pelaksanaan proyek untuk pengolahan limbah tapioka di Bangka,” ujar Feby.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan CNG Indonesia Dian Kuncoro mengatakan investasi untuk distribusi dan infrastruktur pemanfaatan bio-CNG membutuhkan biaya investasi yang lebih mahal dibandingkan elpiji.
Menurutnya, hal itu disebabkan karena karakteristik biometana dan elpiji yang berbeda. CNG memiliki tekanan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan elpiji, sehingga untuk mengangkut ke pelanggan membutuhkan material tabung yang lebih kuat.
Harga jual CNG di industri berkisar 10-13 dolar AS per MMBTU yang merupakan rangkaian cost structure sampai industri. Pemanfaatan CNG sebagai energi alternatif perlu dipastikan terkait biaya pengolahan biogas memiliki nilai kompetisi dengan harga gas pipa.
“Cost dari biogas untuk jadi gas, berapa yang belum jadi bio-CNG? Apakah bisa 6-7 dolar AS per MMBTU? Ini harus punya nilai kompetisi dengan harga gas pipa, karena kami sebagai pemain CNG kalau nanti biogasnya lebih mahal dari gas pipa, ya kami tidak mungkin beli yang lebih mahal,” kata Dian. [Ant]