RUU EBT Dorong Kedaulatan Energi di Indonesia
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
JAKARTA – Rancangan Undang-undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) diharapkan tidak hanya mendukung Indonesia dalam menyokong pencegahan naiknya suhu dunia, tapi juga harus mendukung kedaulatan dan kemandirian energi Indonesia.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) periode 2009 – 2014, Prof. Mukhtasor, PhD, menyatakan berbagai pasal dalam UU yang dibatalkan MK karena memang ada masalah serius terkait pasal-pasal tersebut.
“Perlu dipahami bahwa rancangan UU EBT itu dibuat untuk memastikan bahwa pemanfaatan sumber daya itu bermanfaat bagi keseluruhan masyarakat Indonesia. Bukan untuk sebagian pihak saja,” kata Prof. Mukhtasor dalam diskusi online terkait energi terbarukan, Jumat (25/6/2021).
Ia menegaskan bahwa pembahasan energi berkaitan dengan kedaulatan, kemandirian dan ketahanan.
“Saat ini, kebijakan energi banyak terjebak dalam ketahanan. Padahal harusnya yang menjadi target adalah kedaulatan. Kalau pun menggunakan kapital asing artinya harus terukur dan ada titik kapital bahwa sumber daya itu akan tergantikan oleh dalam negeri. Jangan sudah negara yang sudah tua ini, terus saja impor,” ucap Guru Besar Teknik Kelautan, Institut Teknik Sepuluh November (ITS) ini.
Menarik investor asing, tidaklah salah. Tapi harus disiapkan suatu sistem pemodalan nasional dan sumber daya nasional yang memastikan kemandirian pada satu titik tertentu.
“Jadi pengelolaannya yang harus dibenahi. Jangan hanya jadi pengimpor. Kalau dilihat dari seluruh pengembangan sumber daya migas, akan sulit sekali melihat bendera Indonesia di petanya. Kalau RUU gagal mengatur, maka nasib energi terbarukan akan sama dengan pengembangan sumber daya yang lalu,” ucapnya lagi dengan tegas.