Wiwitan, Tradisi Petani Jelang Panen Mulai Tergerus Zaman
Editor: Makmun Hidayat
Ungkapan atau simbol yang disiapkan menurut Bonimin cukup beragam. Ia mempersiapkan ugo rampe berupa nasi putih, sayur urap atau kuluban, lauk ikan asin, tempe, telur. Makanan yang digunakan dalam wiwitan sebutnya akan diberi tambahan sambal gepeng. Selain makanan pelengkap yang digunakan berupa bunga warna warni, sirih, uang kertas, rokok, kopi, teh. Sebagian sesaji akan ditempatkan di lokasi khusus.
Lokasi khusus menempatkan sesaji terang Bonimin berada pada tulakan banyu. Tulakan banyu merupakan aliran pertama yang berasal dari sungai simbol asal kehidupan tanaman padi bermula. Air yang memberi kehidupan sejak proses uritan, tandur hingga masa panen. Sarana fisik sesaji menurutnya simbol pemberian kepada alam karya sang Pencipta.
“Saat menempatkan sesaji pada tulakan banyu akan dilakukan penyalaan kemenyan sebagai ungkapan kiriman doa pada pencipta,” cetusnya.
Selain pada tulakan banyu, sesaji akan ditempatkan pada empat penjuru mata angin. Setelah menempatkan sesaji ia akan melakukan proses makan bersama. Makan bersama dilakukan melibatkan petani lain yang ikut membantu proses panen. Hidangan yang dipersiapkan berupa nasi lengkap dengan lauk ayam, tempe, ikan asin dan sambal gepeng. Sambal gepeng merupakan campuran kedelai, garam dan cabai yang lezat.
Tradisi wiwitan sebutnya mulai luntur menyesuaikan zaman. Namun ia mengaku bagian dari kultur agraris juga menyesuaikan agama yang dianut. Sebagai pemeluk agama Katolik semua sarana yang dipersiapkan dalam wiwitan akan didoakan. Hasil dari proses wiwitan berupa panen melimpah sebagian merupakan hak atau milik pencipta. Wujudnya dilakukan dengan memberi persembahan pada gereja.