Masyarakat Semarang Didorong Olah Urine Kambing Menjadi Pupuk Cair Organik
Redaktur: Muhsin Efri Yanto
Dalam prosesnya, seluruh bahan-bahan tersebut dicampur menjadi satu dalam wadah tertutup.
“Air leri 5 liter, air kelapa 5 liter, urine kambing 5 liter, sisanya daun-daunan, seperti daun petai cina, lamtoro, kacang-kacangan hingga batang pohon pisang yang sudah dicacah mewakili pospor, untuk memperkuat pembungaan dan pembuahan agar tidak rontok,” terangnya.
Setelah semua bahan tercampur, ditambahkan starter untuk mempercepat proses fermentasi. Starter ini bisa menggunakan EM4 (Effective Microorganisme), yakni bahan yang mengandung beberapa mikroorganisme positif, yang bermanfaat dalam proses fermentasi.
“Penggunaan EM4 ini lebih mudah, karena bisa langsung beli. Ada banyak dijual di toko pertanian. Namun karena kita sebagai petani, digunakan membuat starter sendiri, sehingga tidak perlu membeli. Caranya dengan memanfaatkan tetes tebu, jadi tinggal dicampur ke dalam wadah penyimpanan,” terangnya.
Raka menuturkan dalam proses fermentasi pada pembuatan pupuk cair tersebut, akan mengeluarkan gas, sehingga wadah pembuatan harus dibuka sesekali. Tujuannya, agar gas yang terperangkap di dalamnya bisa keluar.
“Kalau tidak dikeluarkan, wadah bisa menggelembung, apalagi jika pakai jerigen plastik. Setidaknya seminggu sekali dibuka, baru kemudian ditutup kembali,” lanjutnya.
Proses fermentasi tersebut, setidaknya membutuhkan waktu sekitar 21 hari, baru bisa digunakan. “Bahan-bahan yang sudah terfermentasi tersebut, kemudian disaring, diambil cairannya saja. Cairan ini bisa digunakan sebagai pupuk cair organik. Sementara, ampas dari hasil penyaringan tersebut, juga bisa digunakan sebagai pupuk kompos dan media tanam,” jelasnya.