PKI Lancarkan Lima Skenario Merebut Kekuasaan

Rencana gerakan militer G30S/PKI disusun secara rapi dan berlindung dibalik agenda-agenda resmi, yaitu: (1) pelatihan sukwan di Lubang Buaya dengan dalih persiapan mobilisasi Dwikora (konfrontasi dengan Malaysia); (2) pemanfaatan momentum Hari ABRI tanggal 5 Oktober untuk mendatangkan pasukan-pasukan dari daerah; dan (3) koordinasi kedinasan seperti antara Brigjen Soepardjo dengan Omar Dhani yang sama-sama berdinas dalam Komando Mandala Siaga (Kolaga). Walaupun beda kesatuan, dengan alasan kedinasan pelaksanaan Kolaga, Brigjen Soepardjo dengan Omar Dhani dapat leluasa melakukan koordinasi memberi dukungan G30S/PKI. Tercermin dari kesediaan Omar Dhani memenuhi permintaan Brigjen Soepardjo melalui Mayor Udara Sudjono, untuk memberikan bantuan persenjataan pasukan penculik pada malam penculikan jenderal TNI AD.

Propaganda Publik

Skenario kedua PKI untuk persiapan perebutan kekuasaan pada tahun 1965 adalah propaganda publik.  Aidit dan anggota CC Politbiro melalui ceramah dan media, membakar massa untuk mengesankan bahwa momentum revolusioner telah sampai puncak.

Oleh karena itu kepada pelaksana inti gerakan, anggota PKI maupun simpatisannya tidak ragu-ragu bertindak. Perlu diingat, bahwa rencana perebutan kekuasaan yang akan dilakukan PKI dibangun di atas “fatamorgana situasi revolusioner” berupa argumentasi dan justifikasi moral yang rapuh.

Justifikasi moral itu berupa isu rencana kudeta Dewan Jenderal terhadap Presiden pada tanggal 5 Oktober 1965, yang harus didahului oleh PKI agar tidak tergilas oleh TNI. Juga adanya dokumen Gilchrist yang dihembuskan sebagai bukti dukungan CIA terhadap Dewan Jenderal. Serta masa depan Presiden yang tidak akan berumur panjang.

Lihat juga...