Batik Ecoprint Dorong Penanaman Pohon Bahan Pewarna Alami

Editor: Makmun Hidayat

Usai proses mordani atau perebusan air dengan minyak kacang, air rebusan akan didinginkan. Selanjutnya air akan diendapkan di kolam khusus sebagian jadi penyiram tanaman. Bahan alami yang digunakan membuat air tetap bisa dipakai untuk menyiram tanaman. Air tersebut bahkan menyuburkan pepohonan yang sengaja ditanam di sekitar kebun.

Hasil proses pembuatan batik ecoprint sebut Lena Agusrini berwujud kain syal, hijab dan bahan pakaian. Berbagai jenis kain batik memakai kain primis, katun dan sutra. Hasil produksi batik dijual ke konsumen dengan harga mulai Rp100.000 hingga Rp1juta. Ia mengaku tetap memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan di samping bisnis.

Konsep zero waste system atau meminimalisir pembuangan limbah diterapkan pada produksi batik ecoprint. Dibantu sang suami, Mardiono, pembuatan lingkungan yang asri dilakukan pada galeri pembuatan batik. Pada lahan kebun pagar yang digunakan berupa kawat dikombinasikan sebagai rambatan tanaman. Sejumlah tanaman merambat sebut Mardiono sebagian berfungsi sebagai pewarna alami.

Sejumlah tanaman jati, rambutan hutan hingga kayu lanang menurut Mardiono berfungsi ganda. Pepohonan itu menjadi peneduh tanaman lain jenis lada perdu. Fungsi sebagai rambatan tanaman cabai puyang dan telang. Bagi lingkungan tanaman yang dibudidayakan sebagai bahan pewarna batik juga menyerap air. Lokasi yang berada di perbukitan dengan banyak tanaman sekaligus mencegah longsor.

Mardiono menyebut masih akan menambah sejumlah tanaman bahan pewarna batik. Kecintaannya dan sang istri melestarikan tanaman langka semakin terpacu. Sebab sejumlah produsen batik ecoprint kerap membeli bahan alami dari kebunnya. Sejumlah bahan alami yang dibudidayakan dengan biji dijual dengan kemasan. Beberapa pohon dijual dengan sistem cangkok, stek mendorong warga ikut melestarikan tanaman langka.

Lihat juga...