Pandemi, Usaha Batik di Bandar Lampung Tetap Produktif
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Memiliki galeri yang diberi nama Biiqa Batik Lampung di Jalan Imam Bonjol, Kemiling, Lena sapaan akrabnya, dibantu anak dan suami.
Proses produksi batik dengan metode lain sebutnya dengan menempelkan daun ke kain lalu dipukul sesuai bentuk daun. Selanjutnya dilakukan proses fiksasi seperti pada pembuatan tahap awal. Dua metode itu digunakan menyesuaikan jenis daun yang akan digunakan.
Batik ecoprint sebut Lena Agusrini memakai daun beraneka jenis dan pewarna dari kayu. Jenis kayu pewarna alami berupa tingi, teger, lanang, sonokeling dan kayu lain.
Beberapa daun dan bung juga bisa digunakan untuk membatik. Ia menanam berbagai jenis kayu jati, bunga dan daun di pekarangan rumah untuk memudahkan bahan baku. Sebagian bahan didatangkan dari Solo untuk melengkapi warna batik.
“Saat ini minat akan motif batik menyesuaikan fashion sesuai perkembangan zaman sehingga butuh kreasi warna yang unik,” sebutnya.
Hasil produk batik sebut Lena Agusrini dipasarkan secara langsung di galeri miliknya. Berkat bantuan dari mahasiswa salah satu universitas di Yogyakarta yang melakukan pengabdian masyarakat di galerinya, ia mulai bisa memasarkan produk secara online.
Sebagai usaha rumahan ia mulai memaksimalkan media sosial untuk promosi. Sejumlah pameran dan menempatkan produk di Lamban Batik Lampung juga dilakukan.
Lena Agusrini menyebut, dalam sepekan bisa memproduksi tiga hingga lima helai batik. Sebelumnya dalam sepekan ia hanya mampu memproduksi dua helai karena dikerjakan sambilan.
Lebih fokus bekerja saat pandemi Covid-19 membuat ia lebih produktif. Beberapa produk sebutnya dibeli langsung ke galeri sebagian dipesan dengan sistem online. Menyesuaikan motif, bahan ia menjual batik per helai Rp100.000 hingga Rp1 juta.