Menjaga Situs Sejarah Gampong Pande di Banda Aceh

Berdasarkan hasil penelitian pihaknya, di kawasan IPAL tersebut terdapat zona inti satu, dengan luas sampai ratusan hektare. Namun, pembangunan itu tidak berada pada zona inti satu, tetapi di kawasan zona dua. Artinya tidak terlalu banyak ditemukan situs sejarahnya.

Protes

Berbagai macam penjelasan yang disampaikan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh ternyata belum dapat diterima banyak pihak, dan tetap memprotes hingga menolak kelanjutan pembangunan proyek tinja tersebut.

Anggota DPRK Banda Aceh Tuanku Muhammad menyatakan, dasarnya menolak karena berada di lokasi bersejarah dan berdampingan dengan titik nol kilometer Banda Aceh, serta banyak kuburan raja telah ditemukan. Apalagi yang dibangun IPAL.

Menurut Tuanku, pembangunan proyek IPAL itu pada dasarnya baik untuk suatu kota karena bertujuan membuat sanitasi besar mengingat penduduk di Banda Aceh sudah mulai padat.

Hanya saja lokasi yang diambil di kawasan yang memiliki nilai histori serta banyaknya peninggalan situs sejarah masa kerajaan Aceh.

“Kita ketahui bersama bahwa Gampong Pande merupakan cikal bakal dari kerajaan Aceh Darussalam atau yang dikenal dengan nama Daruddunya,” katanya.

Hal senada juga disampaikan senator DPD RI asal Aceh M Fadhil Rahmi mengingatkan Pemerintah Banda Aceh tidak merusak peninggalan sejarah hanya karena pembangunan IPAL.

“Sebagai bangsa yang besar, kita semestinya tetap melestarikan peninggalan leluhur. Tak seharusnya proyek tinja itu dibangun di atas makam leluhur,” kata Fadhil.

Dia meminta Pemko Banda Aceh mencari lahan lain untuk kelanjutan pembangunan proyek IPAL tersebut. Ia sendiri juga akan mengirim surat ke Kementerian PUPR agar proyek dialihkan.