Menjaga Situs Sejarah Gampong Pande di Banda Aceh

BANDA ACEH — Bau menyengat sangat terasa saat melintasi jalanan Gampong (desa) Jawa Kecamatan Kutaraja Kota Banda Aceh menuju lokasi wisata pantai yang terhubung langsung ke Pelabuhan Ulee Lheue.

Aroma tak sedap itu muncul dari gunungan sampah Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang berada persis di pinggir jalanan hitam tempat lalu-lalang warga kota gemilang (sebutan lain kota Banda Aceh saat ini) kala ingin menikmati wisata pantai.

Sekitar 500 meter dari pintu gerbang TPA menuju ke arah pantai, atau persis di penghujung pagar berdiri tugu titik nol kilometer Banda Aceh, tempat di mana asal mulanya keberadaan ibu kota Provinsi Aceh itu.

Di atas monumen tertulis “Di sini cikal bakal Kota Banda Aceh, tempat awal mulai kerajaan Aceh Darussalam didirikan oleh Sultan Johansyah pada 1 Ramadan 601 hijriah (22 April 1205 masehi).”

Tepat di hadapan tugu titik nol Banda Aceh tersebut, sebuah proyek Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang sempat terhenti itu sedang dikerjakan kembali.

Proyek IPAL Banda Aceh di kawasan bersejarah yakni Gampong Pande Kecamatan Kutaraja itu dibangun dengan dana Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya, pekerjaannya sejak 2015.

Anggaran yang dialokasikan pada proyek IPAL ini mencapai Rp107,3 miliar, bersumber dari APBN sebesar Rp 105 miliar dan APBD sebesar Rp2,3 miliar.

Bangunan tempat pembuangan tinja itu sempat dihentikan pada 2017 lalu karena adanya penemuan benda bersejarah, seperti nisan kuno milik yang diduga milik ulama dan raja-raja Aceh masa lampau.

Penghentian bangunan IPAL bukan karena keinginan pemerintah semata, melainkan karena protes dari berbagai unsur masyarakat setelah ditemukan banyak situs sejarah di lokasi tersebut.